My Hot Videos



Cerpen : Untuk Ayah

Sunday, March 17, 2013

Rintik hujan yang menemani malam sepiku kubuka album foto di laciku, usang dan dipenuhi debu tebal. Kubuka lembaran-lembaran kenanganku bersama Ayah. Ya… tepatnya 5 tahun yang lalu ayah pergi merantau ke luar pulau. Maklum ibuku hanya penjual gorengan kecil-kecilan, yang hanya cukup untuk makan saja.
“Kia!!!”. Tiba-tiba lamunanku buyar oleh panggilan ibuku. Aku pun menghampiri ibu di dapur.
“Iya bu… ada apa?”, tanyaku.
“Nak besok anterin pisang goreng ini di kantin sekolah ya?”, jawab Ibu.
“Iya ibu, besok Kia bawakan?”, kataku sambil berjalan menuju kamar.

Azan subuh membangunkan tidurku yang lelap. Ku ambil air wudhu, ku tunaikan kewajibanku terhadap Nya. Kuteladahkan kedua tanganku memohon pada yang kuasa. Ayah… sampai kapankah aku menunggumu? Tak terasa air mata membasahi mukena biruku. Dengan cepat ku hapus air mataku, aku tak mau jika Ibu melihatku. Setelah sholat aku membantu Ibu untuk menyiapkan pisang goreng dagangannya. Setelah semuanya siap kukayuh sepeda peninggalan ayahku. Ku sambut hariku dengan semangat.
Bel istirahat telah berbunyi. Aku berjualan menghampiri Dinda teman sekelasku.
“Kia, 10 hari lagi aku ulang tahun, dan aku akan ke Singapore bersama ayah. Aku bisa bersenang-senang di sana”, katanya girang.
“Oh selamat Dinda, aku ikut senang mendengarnya”, kataku parau.

Sesampainya di rumah langsung ku garap puisiku, yang akan ku kirim ke majalah besok. Aku berharap karyaku dimuat di majalah itu. Jika dimuat aku akan mendapatkan hadiah. Penghasilan ibuku tidaklah banyak, dan aku hanya mengharap bantuan para dermawan. Sebenarnya aku sudah lama ingin membelikan ayah sebuah kemeja. Besok jika ayah pulang akan kuberi dengan senyuman termanisku.
Hari ini, pulang sekolah, ku kayuh sepeda tuaku ke kantor pos untuk mengantar puisi ke majalah. Tak henti-hentinya aku berfikir… ada laci, lemari yang sangat rahasia, hanya Ibuku yang tahu. Ingin ku buka laci itu, tetapi setiap mencuri kesempatan, pasti ketahuan ibu. Uufffthh…
1 minggu kemudian…
“Yes! Akhirnya aku bisa mencapai anganku, puisiku dimuat. Ibuuuuuu,,,”, kupeluk tubuh ibu ku kuat. Aku senang sekali.
“Kenapa nak? Ada apa?”, Tanya ibuku heran.
“Puisiku Ibu, puisiki dimuat”, jawabku girang.
“Oh ya? Selamat nak, Selamat Kia”, ibuku mencium keningku.
Aku mendapat uang Rp. 100.000, dari hadiah tersebut. Akan kugunakan untuk membeli kemeja. Langsung ku kayuh sepedaku menuju toko baju di Malioboro.

Besok, 2 hari lagi aku ulang tahun… Dan aku ingin kado terindah dari ibu. Ibu sudah berjanji akan memberiku kado spesial. Kuceritakan pada Ibu, bahwa uang kemarin sudah kupakai untuk membeli kemeja buat ayahku. Ibu hanya tersenyum tipis, senyum yang terkembang dari ibu kelihatan tidak enak sekali. Huuuffth…
2 jam lagi aku ulang tahun, seneng banget! Di usiaku yang ke-17 aku akan mendapat kado spesial dari ibu, dan semoga itu ayah. Ibu sedang sibuk di dapur membuat gorengan buat besok pagi.
Pukul 00.00 Ibuku keluar dari dapur membawa sepiring roti yang di atasnya tertaruh sebuah lilin, bukan lilin angka, tapi hanya lilin berbentuk tabung yang kecil dan panjang. Aku keluarkan kadoku untuk ayah, dan ku harap ayah bisa pulang malam ini. Aku ingin bercerita pada Dinda bahwa ulangtahunku juga menyenangkan.
Akhirnya tiba saat yang kunantikan, ibu mengeluarkan secarik kertas. Setelah ku tiup lilin kecilku, ku potong roti ulang tahunku. Dan aku siap menerima kado dari ibu. Ibu memberikan surat itu, kata ibu itu kado spesialku. Ku buka dan ku baca…

Kia anakku… Selamat Ulang Tahun sayangku. Ayah sangat merindukanmu. Maaf Kia, ayah tak bisa pulang… Kia jadilah anak yang pandai. Rajin solat nak jaga ibumu… Maaf Kia, ayah tak bisa memberi kado buat mu… Nak jaga ibumu… Selamat Ulang Tahun Kia..
- Ayah -

Setelah itu ibu bercerita padaku bahwa ayah telah 2 bulan meninggal karena kecelakaan kerja. Seketika aku terdiam membisu, harapanku hilang seketika, kucium kemeja ayahku, foto ayah bahkan surat dari ayah. Tangisku pecah seketika, hening malam ku pecah dengan tangisku… “Ayahhh…”, suaraku parau. Ibu yang melihatku menangis tersedu-sedu.
“Maaf Kia, Ibu baru cerita sekarang… itu permintaan terakhir ayahmu nak.” Jawab Ibuku pelan.
Rintik hujan, suara merdu hewan malam ikut menemani ulang tahunku…

0 komentar:

 
Do you can do it?? © 2012