Rintik hujan yang menemani malam sepiku kubuka album foto di
laciku, usang dan dipenuhi debu tebal. Kubuka lembaran-lembaran kenanganku
bersama Ayah. Ya… tepatnya 5 tahun yang lalu ayah pergi merantau ke luar pulau.
Maklum ibuku hanya penjual gorengan kecil-kecilan, yang hanya cukup untuk makan
saja.
“Kia!!!”. Tiba-tiba lamunanku buyar oleh panggilan ibuku.
Aku pun menghampiri ibu di dapur.
“Iya bu… ada apa?”, tanyaku.
“Nak besok anterin pisang goreng ini di kantin sekolah ya?”,
jawab Ibu.
“Iya ibu, besok Kia bawakan?”, kataku sambil berjalan menuju
kamar.
Azan subuh membangunkan tidurku yang lelap. Ku ambil air
wudhu, ku tunaikan kewajibanku terhadap Nya. Kuteladahkan kedua tanganku
memohon pada yang kuasa. Ayah… sampai kapankah aku menunggumu? Tak terasa air
mata membasahi mukena biruku. Dengan cepat ku hapus air mataku, aku tak mau
jika Ibu melihatku. Setelah sholat aku membantu Ibu untuk menyiapkan pisang
goreng dagangannya. Setelah semuanya siap kukayuh sepeda peninggalan ayahku. Ku
sambut hariku dengan semangat.
Bel istirahat telah berbunyi. Aku berjualan menghampiri
Dinda teman sekelasku.
“Kia, 10 hari lagi aku ulang tahun, dan aku akan ke
Singapore bersama ayah. Aku bisa bersenang-senang di sana”, katanya girang.
“Oh selamat Dinda, aku ikut senang mendengarnya”, kataku
parau.
Sesampainya di rumah langsung ku garap puisiku, yang akan ku
kirim ke majalah besok. Aku berharap karyaku dimuat di majalah itu. Jika dimuat
aku akan mendapatkan hadiah. Penghasilan ibuku tidaklah banyak, dan aku hanya
mengharap bantuan para dermawan. Sebenarnya aku sudah lama ingin membelikan
ayah sebuah kemeja. Besok jika ayah pulang akan kuberi dengan senyuman
termanisku.
Hari ini, pulang sekolah, ku kayuh sepeda tuaku ke kantor
pos untuk mengantar puisi ke majalah. Tak henti-hentinya aku berfikir… ada
laci, lemari yang sangat rahasia, hanya Ibuku yang tahu. Ingin ku buka laci
itu, tetapi setiap mencuri kesempatan, pasti ketahuan ibu. Uufffthh…
1 minggu kemudian…
“Yes! Akhirnya aku bisa mencapai anganku, puisiku dimuat.
Ibuuuuuu,,,”, kupeluk tubuh ibu ku kuat. Aku senang sekali.
“Kenapa nak? Ada apa?”, Tanya ibuku heran.
“Puisiku Ibu, puisiki dimuat”, jawabku girang.
“Oh ya? Selamat nak, Selamat Kia”, ibuku mencium keningku.
Aku mendapat uang Rp. 100.000, dari hadiah tersebut. Akan
kugunakan untuk membeli kemeja. Langsung ku kayuh sepedaku menuju toko baju di
Malioboro.
Besok, 2 hari lagi aku ulang tahun… Dan aku ingin kado
terindah dari ibu. Ibu sudah berjanji akan memberiku kado spesial. Kuceritakan
pada Ibu, bahwa uang kemarin sudah kupakai untuk membeli kemeja buat ayahku.
Ibu hanya tersenyum tipis, senyum yang terkembang dari ibu kelihatan tidak enak
sekali. Huuuffth…
2 jam lagi aku ulang tahun, seneng banget! Di usiaku yang
ke-17 aku akan mendapat kado spesial dari ibu, dan semoga itu ayah. Ibu sedang
sibuk di dapur membuat gorengan buat besok pagi.
Pukul 00.00 Ibuku keluar dari dapur membawa sepiring roti
yang di atasnya tertaruh sebuah lilin, bukan lilin angka, tapi hanya lilin
berbentuk tabung yang kecil dan panjang. Aku keluarkan kadoku untuk ayah, dan ku
harap ayah bisa pulang malam ini. Aku ingin bercerita pada Dinda bahwa
ulangtahunku juga menyenangkan.
Akhirnya tiba saat yang kunantikan, ibu mengeluarkan secarik
kertas. Setelah ku tiup lilin kecilku, ku potong roti ulang tahunku. Dan aku
siap menerima kado dari ibu. Ibu memberikan surat itu, kata ibu itu kado
spesialku. Ku buka dan ku baca…
Kia anakku… Selamat Ulang Tahun sayangku. Ayah sangat
merindukanmu. Maaf Kia, ayah tak bisa pulang… Kia jadilah anak yang pandai.
Rajin solat nak jaga ibumu… Maaf Kia, ayah tak bisa memberi kado buat mu… Nak
jaga ibumu… Selamat Ulang Tahun Kia..
- Ayah -
Setelah itu ibu bercerita padaku bahwa ayah telah 2 bulan
meninggal karena kecelakaan kerja. Seketika aku terdiam membisu, harapanku
hilang seketika, kucium kemeja ayahku, foto ayah bahkan surat dari ayah.
Tangisku pecah seketika, hening malam ku pecah dengan tangisku… “Ayahhh…”,
suaraku parau. Ibu yang melihatku menangis tersedu-sedu.
“Maaf Kia, Ibu baru cerita sekarang… itu permintaan terakhir
ayahmu nak.” Jawab Ibuku pelan.
Rintik hujan, suara merdu hewan malam ikut menemani ulang
tahunku…
0 komentar:
Post a Comment