BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Pengertian
museum. Museum berasal dari kata Latin “mouseion”,
yaitu kuil untuk Sembilan Dewi Muses, anak Dewa Zeus yang tugas utamanya adalah
menghibur. Jadi museum merujuk pada perbuatan atau sesuatu yang membuat orang
lain gembira. Museum digunakan untuk menyebut lembaga yang menyimpan dan
memelihara koleksi benda-benda seni atau benda bernilai sejarah dan ilmu
pengetahuan. Koleksi museum ditampilkan untuk pembelajaran dan kesenangan
masyarakat. Museum adalah tempat yang paling ideal sebagai wadah kegiatan “edutainment” (education = pendidikan sekaligus entertainment = hiburan). Seorang ahli museologi George dan Sherrell-Leo
(1989), menyatakan bahwa museum yang baik seharusnya dapat menjadi pintu
gerbang bagi umat manusia untuk memasuki dunia luar kita, museum juga harus
dapat menarik, menghibur dan merangsang keingintahuan dan pertanyaan-pertanyaan
yang mendorong proses pembelajaran. Museum harus mampu mampu membangkitkan
minat orang tua maupun muda untuk mengkaji dunia di luar mereka. Sedangkan
museum menurut International Council of
Museum (ICOM, 2006), museum adalah lembaga permanen yang tidak untuk
mencari keuntungan (not for profit),
diabadikan untuk kepentingan dan pembangunan masyarakat, serta terbuka untuk
umum.
Museum
mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan, memamerkan bukti-bukti
bendawi manusia dan lingkungannya untuk tujuan pengkajian, pendidikan, dan
kesenangan. Untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap museum, para pengelola
meseum harus kembali atau menyegarkan pikirannya untuk merevitalisasikan visi,
misi, dan tugas-tugas museum. Sifat museum yang menyajikan pengetahuan dan
keterampilan dalam suasana yang menyenangkan, dengan demikian museum akan dapat
menjadi mitra para pendidik, baik itu orang tua sebagai pendidik di lingkungan
keluarga, para guru dan pengajar di sekolah dan perguruan tinggi, maupun
pendidik di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Pertanyaan yang muncul
terkait masalah ini adalah bagaimana kita dapat membuat meseum berperan sebagai mitra pendidik? Dalam
makalah ini akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Secara garis besar diperlukan
beberapa konsep yang dapat diterapkan yang dapat diterapkan di museum, tentunya
yang berkaitan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Untuk itu dalam makalah
ini akan sedikit membahas mengenai penataan museum sebagai mitra pendidik
dengan Empat Tiang Pendidikan Abad ke-21. Keempat pilar pendidikan itu adalah
belajar untuk tahu, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi dan belajar
untuk hidup bersama. Selain berisi mengenai museum sebagai mitra pendidik yang
diulas di dalam bab II, makalah ini juga sedikit memaparkan tentang koleksi
museum sebagai sumber Pendidikan Hubungan Antarbangsa yang dipaparkan dalam bab
III. Hubungan Antarbangsa menjadi salah satu kajian studi hubungan
internasional. Ilmu hubungan internasional adalah subjek akademis yang
memperhatikan hubungan yang mencakup segala unsur antarbangsa. Dengan
mempelajari koleksi yang disajikan oleh museum kita dapat mengetahui hubunga
antarbangsa baik dengan penelitian atau riset mengenai hubungan Antarbangsa.
B.
Pembatasan Masalah
1.
Sekilas :
Suatu hasil pandangan seseorang.
2.
Museum : Tempat untuk menyimpan dan
memelihara koleksi benda-benda
seni atau benda bernilai sejarah dan ilmu
pengetahuan.
3.
Sangiran : Tempat ditemukannya benda-benda
sejarah / purbakala yang
terletak di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe,
Kabupaten
Sragen.
Dengan
penjelasan yang telah tersebut diatas maka jelaslah bahwa yang dimaksud
“SEKILAS TENTANG MUSEUM SANGIRAN” adalah suatu pendangan seseorang tentang Museum
yang terletak di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
C.
Alasan Pemilihan
Judul
Penyusun dalam
menyusun karya tulis ini mempunyai alasan sebagai berikut :
1.
Penyusun
ingin mengadakan penelitian tentang segala sesuatu di Museum Sangiran.
2.
Mengingat
akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan pendidikan.
3.
Belum
adanya karya tulis di MAN Wonokromo yang menyusun dengan judul tersebut.
4.
Di
Museum Sangiran banyak sekali koleksi-koleksi yang dapat diketahui.
D.
Tujuan Penyusunan
1.
Untuk
melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Nasional
(UNAS) dan MAN Wonokromo tahun 2009/2010.
2.
Untuk
memperluas cakrawala pengetahuan.
3.
Untuk
melatih mengumpulkan, mengelola, dan menganalisis data.
4.
Untuk
melatih kedisiplinan dan tanggung jawab.
5.
Untuk
mengetahui tentang keadaan dan koleksi Museum Sangiran.
6.
Untuk
menambah pengalaman dan mempererat persaudaraan.
E.
Metode Penelitian
Dalam menyusun
karya tulis ini, kami menggunakan berbagai metode, antara lain :
1.
Metode
Interview
Yaitu
metode mengumpulkan data dengan sistem wawancara, sehingga kami dapat memperoleh
data-data yang kami perlukan.
2.
Metode
Observasi
Yaitu
cara untuk memperoleh data-data dengan melihat dan mendengar secara langsung
tentang objek / lokasi guna mendapatkan data yang diperlukan.
3.
Metode
Kepustakaan
Yaitu
metode literatur yang ada di Madrasah maupun buku-buku lain yang masih
berhubungan dengan pokok kajian kami, untuk menambah dan melengkapi data yang
telah kami kumpulkan.
F.
Sistematika
Pembahasan
Dalam
karya tulis ini, agar uraiannya menjadi runtut dan mudah dipahami, maka
penyusun menguraikan sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I. Diuraikan
tentang pendahuluan yang berisi :
A.
Latar
Belakang Masalah
B.
Pembatasan
Masalah
C.
Alasan
Pemilihan Judul
D.
Tujuan
Penyusunan
E.
Metode
Penelitian
F.
Sistematika
Pembahasan
BAB II. Diuraikan tentang persiapan pelaksanaan
penelitian yang berisi :
A.
Persiapan
Sebelum Meneliti
B.
Persiapan
Pelaksanaan
C.
Penulisan
BAB III. Pembahasan yang berisi :
A.
Museum
Sangiran
B.
Koleksi
Museum Sangiran
C.
Menara
Pandang
D.
Museum
Sebagai Mitra Pendidik
E.
Koleksi
Museum Sebagai Sumber Pendidikan Hubungan Antarbangsa
BAB IV. Diuraikan tentang penutup yang berisi :
A.
Kesimpulan
B.
Penutup
BAB
II
PERSIAPAN
PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Persiapan Sebelum Meneliti
Sebelum
kami melakukan penelitian, kami telah mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :
1.
Malakukan
Pembahasan
Untuk
mempermudah dalam membuat karya tulis, kami melakukan pembahasan tentang
bagaimana supaya karya tulis ini dapat disusun dengan sebaik-baiknya, dengan :
a.
Mempersiapkan
daftar pertanyaan untuk mengumpulkan data di lapangan.
b.
Membagi
tugas untuk mengumpulkan data.
2.
Administrasi
Dalam
rangka pembiayaan karya tulis ini kami telah melaksanakan pengumpulan biaya
sebagai sarana demi terciptanya karya tulis ini sehingga dapat mencapai hasil
yang maksimal.
3.
Pengarahan
dari Pembimbing
Untuk
melaksanakan penelitian kami telah mandapatkan pengarahan dan petunjuk dari
pembimbing, supaya kami dapat dengan mudah mengadakan penelitian yang akan kami
laksanakan.
B. Pelaksanaan Penelitian
1.
Melakukan
study tour ke Sragen
2.
Melakukan
riset lapangan
C. Penulisan
1.
Mengumpulkan
dan mendiskusikan data-data yang telah diperoleh.
2.
Melengkapi
data-data yang kurang dari berbagai sumber seperti :
a.
Buku-buku
literatur
b.
Media
lain, leaflets dan internet
3.
Proses
penulisan dan editing
4.
Pencetakan
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Museum Sangiran
Sragen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Tengah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur. Dengan demikian, Kabupaten
Sragen adalah pintu gerbang memasuki Jawa Tengah dari arah timur. Kabupaten Sragen
juga sering disebut sebagai “Tlatah Sukowati” yang mempunyai wilayah seluas
941,55 km2, dengan topografi sebagai berikut : di tengah-tengah
wilayah mengalir sungai Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau
Jawa; daerah sebelah selatan merupakan bagian dari lereng Gunung Lawu; sebelah
utara merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng; dan sebelah barat merupakan
kawasan yang sangat terkenal dengan sebutan “Kubah Sangiran”.
Terletak di desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe (± 40 km
dari Sragen atau ± 17 km dari Solo) Sangiran Dome menyimpan puluhan ribu fosil
dari Jaan Pleistocen (± 2 juta tahun lalu). Fosil-fosil purba ini merupakan 65
% fosil hominid purba di Indonesia
dan 50 % di seluruh dunia. Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685
fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan.
Sebagai World
Heritage List (Warisan Budaya Dunia), Museum ini memiliki fasilitas diantaranya
: ruang fosil Sangiran pameran (fosil manusia, binatang purba), laboratorium,
gudang fosil, ruang slide dan
kios-kios souvenir khas Sangiran.
Keistimewaan Sangiran, berdasarkan penelitian para ahli Geologi
dulu pada masa purba merupakan hamparan lautan. Akibat proses geologi dan
akibat bencana alam letusan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu, Sangiran
menjadi daratan. Hal tersebut dibuktikan dengan lapisan-lapisan tanah pembentuk
wilayah Sangiran yang sangat berbeda dengan lapisan tanah di tempat lain.
Tiap-tiap lapisan tanah tersebut ditemukan fosil-fosil menurut jenis dan
zamannya. Misalnya, fosil binatang laut banyak ditemukan di lapisan tanaha
paling bawah, yang dulu merupakan lautan.
Dome Sangiran
“Dome Sangiran” atau kawasan Sangiran yang memiliki luas
wilayah sepanjang bentangan dari utara – selatan sepanjang 9 km. Barat – timur
sepanjang 7 km. Masuk dalam empat kecamatan atau sekitar 59,3 km2.
Temuan fosil di “Dome Sangiran” di kumpulkan dan disimpan di Museum Sangiran.
Temuan fosil di Sangiran untuk jenis Hominid
Purba (diduga sebagai asal evolusi Manusia) ada 50 (lima puluh) Jenis / Individu.
Untuk fosil-fosil yang ditemukan di Kawasan Sangiran merupakan 50 % dari temuan
fosil di Dunia dan merupakan 65 % dari temuan di Indonesia. Oleh karenanya
dalam sidangnya yang ke-20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal
5 Desember 1996, Sangiran ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia “World
Heritage List” Nomor : 593.
B. Koleksi
Museum Sangiran
1. Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus, Pithecanthropus mojokertensis (Pithecanthropus
robustus), Meganthropus palaeojavanicus, Pithecanthropus erectus, Homo soloensis,
Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens.
2. Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinoceros sondaicus (badak), Bovidae
(sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa
dan domba).
3. Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda),
Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera.
4. Batu-batu, antara lain Meteorit / Taktit, Kalesdon,
Diatome, Agate, Ametis
5. Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan
gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas-penetak.
C. Menara
Pandang Sangiran
Di Kawasan Sangiran telah dibangun Menara Pandang dan
Wisma Sangiran. Para wisatawan bisa menikmati keindahan dan keasrian panorama
di sekitar kawasan Sangiran dari ketinggian lewat Menara Pandang Sangiran.
Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan akan tempat penginapan yang
nyaman di kawasan Sangiran telah dibangun Wisma Sangiran (Guest House Sangiran) yang terletak di sebelah Menara Pandang Sangiran.
Wisma Sangiran ini berbentuk joglo (rumah adat Jawa Tengah) dengan
ornamen-ornamen khas Jawa yang dilengkapi dengan pendopo sebagai lobby. Keberadaan Wisma Sangiran ini
sangat menunjang kegiatan yang dilakukan oleh para tamu atau wisatawan
khususnya bagi mereka yang melakukan penelitian (research) tentang keberadaan fosil di Kawasan Sangiran. Wisma Sangiran
memiliki fasilitas-fasiliras yang memadai, antara lain: Deluxe Room, sebanyak dua kamar dilengkapi dengan double bed, bath tub dan shower, washtafel, meja
rias dan rak; Standard Room, sebanyak tiga kamar dilengkapi
dengan double bed, bak mandi, washtafel, dan meja rias; Ruang Keluarga
yang dilengkapi dengan meja dan kursi makan serta kitchen set; Pendopo (Lobby)
yang dilengkapi dengan meja dan kursi; serta tempat parkir. Selain
fasilitas-fasilitas tersebut, juga disediakan mobil (mini train) untuk
memudahkan mobilitas para wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Sangiran.
D. Museum
Sebagai Mitra Pendidik
Berdasarkan hasil rumusan Komisi Internasional untuk
Pendidikan Abad ke-21 UNESCO, yang dikenal sebagai Empat Tiang Pendidikan Abad
ke-21 (The Four Pillars of Education in
the 21st Century) menjadi inspirasi penataan Museum sebagai
mitra pendidik. Keempat pilar pendidikan itu adalah belajar untuk tahu (learn to know), belajar untuk melakukan
(learn to do), belajar untuk menjadi
(learn to be), dan belajar untuk
hidup bersama (learn to live together).
1.
Belajar Untuk Tahu
Dalam pembelajaran kognitif tujuan utama adalah belajar
mendapatkan pengetahuan (knowledge)
sebaik-baiknya. Yang terpenting dalam proses ini adalah alih pengetahuan
sehingga orang yang sedang belajar dapat memperoleh pengetahuan baru lebih
banyak. Dalam proses pembelajaran yang kognitif diperlukan museum yang
imformatif. Museum yang imformatif adalah museum yang pameran atau tampilan
yang disajikan haruslah mengandung informasi yang memadai dan disajikan dengan
cara yang komunikatif sehingga pengunjung yang awam sekalipun akan mudah
memahami dan mencerna informasi pengetahuan yang disampaikan. Kebanyakan museum
di Indonesia lebih memamerkan benda-benda koleksinya daripada informasi.
Padahal museum tidak lagi dilihat sebagai tempat perlindungan dan pelestarian
benda-benda, tetapi lebih dilihat dari fungsinya untuk melayani pengunjung yang
ingin mengetahui tentang benda-benda tersebut. Maka dari itu supaya pengunjung
dapat memperoleh pengetahuan atau informasi, museum dapat memamerkan
benda-benda koleksinya secara kontekstual. Benda yang dipamerkan ditampilkan
dalam konteks yang lebih luas dan tidak terbatas hanya pada informasi tentang
benda itu sendiri. Kecenderungan dalam tata pameran museum-museum di Indonesia
adalah penyajian informasi yang terkotak-kotak. Dengan demikian, informasi
seakan-akan terpilah-pilah sehingga membatasi keluwesan menyampaikan informasi
secara kontekstual, menyeluruh dan terpadu. Selain itu, pada umumnya museum hanya
terpaku unyuk menyajikan informasi yang terbatas pada tema utama museum itu
sendiri. Misalnya museum sejarah perjuangan hanya menyajikan informasi mengenai
peristiwa-peristiwa perjuangan. Museum arkeologi hanya menampilkan benda-benda
dan informasi arkeologi saja. Meskipun setiap museum mempunyai tema tertentu
yang menjadi cirinya, tetapi tema itu tidak semestinya membatasi keragaman
informasi pengetahuan yang dapat disajikan. Tema museum menjadi arahan utama,
sedangkan informasi lain sebagai pendukung dan pelengkanp. Penyajian informasi
yang lebih luas dapat menjadikan museum sebagai wahana untuk memperoleh
pengetahuan tentang dunia manusia dan kebudayaannya serta Museum dapat menjadi
sarana kegiatan belajar mengajar dalam bidang sains.
Pengunjung museum biasanya tidak memiliki waktu yang
panjang untuk menikmati tampilan dalam museum. Karena itu, penyajian informasi
yang ringkas dan padat menjadi tuntutan dalam tata pameran museum. Penyajian
informasi yang lebih banyak visualisasinya akan lebih menarik dan berkesan
daripada penjelasan dengan tulisan-tulisan saja. Penyajian informasi secara
visual biasanya dapat menyampaikan pengatahuan lebih baik, lebih banyak, lebih
komprehensif, dan mudah terekam dalam benak manusia.
2.
Belajar Untuk Melakukan
Museum akan menjadi tempat belajar melakukan sesuatu jika
menyajikan tampilan interaktif. Pengunjung tidak saja hanya dapat melihat,
membaca atau pun menikmati sajian, tatapi dapat ikut serta aktif mencari dan
mendapatkan informasi. Proses pembelajaran untuk tahu bagaimana harus berbuat
akan semakin terbentuk, apabila tempilan tentang mata uang kuno, dapat
disajikan cetakan logam dan logam yang dapat dipakai pengunjung untuk membuat
sendiri tiruan mata uangnya. Contoh lain, dalam penelitian arkeologis dapat disediakan
fasilitas untuk simulasi ekskavasi. Selain itu kecanggihan teknologi informasi
dan komputer saat ini dapat membantu tampilan interaktif. Dengan cara
interaktif ini, pengunjung dapat menikmati asyiknya ‘mencari’ informasi dan
mendapatkan pengalaman langsung untuk melakukan sesuatu, sehingga mereka tahu
bagaimana harus berbuat.
3.
Belajar Untuk Menjadi
Salah satu tujuan penting pendidikan adalah menjadikan
orang sadar akan dirinya sekaligus membantu seseorang untuk mewujudkan
kehendaknya atau cita-citanya untuk menjadi pribadi tertentu. Tujuan pendidikan
ini lebih mengarah pada pembentukan kepribadian. Sebagai mitra pendidik, museum
harus mampu berperan untuk membentuk kepribadian seseorang. Ada banyak potensi
yang ada di museum untuk melaksanakan tugas ini. Misalnya, Museum
Karmawibhangga di Borobudur, dirancang tidak hanya untuk memamerkan benda-benda
arkeologi yang berupa relief-relief namun juga menyajikan makna yang berupa
ajaran moral yang terkandung dalam relief Borobudur yang masih tetap relevan di
masa kini bagi semua pengunjung. Museum kereta api, tidak hanya menyajikan
perkembangan bentuk kereta api, tetapi juga menyampaikan dampak bahan bakar
yang digunakan terhadap manusia dan lingkungannya. Museum dirgantara tidak
hanya sekedar menampilkan berbagai jenis pesawat, tetapi juga motivasi dan
sejarah hubungan manusia dengan dirgantara untuk dapat menciptakan berbagai
jenis ‘mesin terbang’. Pesan seperti ini diharapkan akan mampu menggugah
kesadaran pengunjung bahwa hanya usaha keras dan panjang akan membawa
keberhasilan yang sebenarnya, bukannya dengan cara-cara jalan pintas. Aspek
lain dari dari ranah pendidikan kepribadian adalah pembentukan jati diri. Museum
seharusnya dapat menyajikan pesan-pesan begaimana masa lalu telah ikut
menentukan keadaan masa kini serta bagaimana lingkungan sosial kita menyebabkan
setidaknya tiga kesadaran jati diri, yaitu : tentang keadaan lingkungan alam
Indonesia tempat kita hidup, keadaan dan kemampuan bangsa yang menjadi bagian
sosialnya, menumbuhkan minat untuk mengembangkan potensi diri. Butir yang
terakhir ini merupakan bagian penting dalam proses belajar untuk menjadi apa (learn to be). Artinya, melalui tampilan
informasi di museum, pengunjung terinspirasi atau mendapat gambaran
cita-citanya untuk menjadi seseorang dengan jati diri tertentu. Namun,
kebanyakan museum di Indonesia jarang menyampaikan pesan-pesan pelestarian.
Padahal salah satu tugas museum adalah sebagai tempat untuk melestarikan
pesan-pesan pelestarian. Karena itulah, ketika pengunjung meninggalkan museum seringkali
mereka tidak mengalami perubahan sama sekali. Kenyataan ini membuktikan bahwa museum
tersebut tidak berhasil menjalankan fungsinya sebagai mitra pendidik untuk
melakukan kegiatan membentuk kepribadian atau learn to be.
4.
Belajar Untuk Hidup Bersama
Manusia tidak bisa hidup terlepas dari manusia yang lain,
walaupun mereka tidak pernah saling mengenal dan hidup pada ruang yang sangat
berjauhan. Kesadaran itulah yang menjiwai UNESCO untuk menetapkan salah satu
pilar utama pendidikan adalah ‘belajar untuk hidup bersama’ (learn to live together). Berbagai
persoalan yang muncul dewasa ini salah satunya adalah bagaimana menghindari
bias yang berlebihan antara berbagai pihak yang mempunyai sudut pandang yang
berbeda. Misalnya, peran museum dalam membangkitkan semangat nasionalisme yang
agak berlebihan di Negara yang baru merdeka dengan menjelek-jelekkan negara bekas
penjajahnya. Kecenderungan semacam ini hendaknya dapat diubah dengan mendorong
penyajian informasi yang lebih seimbang. Menurut David Pearce, Museum yang
umumnya menyajikan berbagai benda dari masa lampau dapat menjadi “jendela” ke
masa lampau atau ke negeri lain. Melalui museum, orang dapat berinteraksi
dengan budaya dan komunitas yang dipresentasikan di dalam museum. Museum yang
mendidik untuk belajar hidup bersama harus berusaha merancang materi pamerannya
agar peristiwa, budaya, keadaan dan hasil pencapaian di masa lalu dapat menjadi
pembelajaran bersama. Pesan sentral dibanyak Museum sekarang adalah belajar dari masa lampau untuk merajut
hubungan yang lebih baik dimasa depan.
E. Koleksi
Museum Sebagai Sumber Pendidikan Hubungan Antarbangsa
1.
Koleksi Museum sebagai Data Penelitian
Sebagai lembaga pelestarian benda-benda budaya, museum tidak
saja berfungsi sebagai pusat informasi, namun sekaligus sebagai media
pendidikan yang memberikan layanan edukatif-kultural bagi masyarakat luas.
Salah satu aktifitas yang menunjang ranah pendidikan adalah penelitian. Peran museum
dalam aktifitas penelitian memang untuk tujuan pendidikan bangsa. Koleksi yang
ada dapat menjadi sumber data penelitian walaupun memerlukan penafsiran.
Riset-riset yang dapat dilakukan terhadap museum adalah :
1.
Riset
yang didasarkan pada berbagai koleksi artefak dan analisisnya melalui kompilasi
berbagai sumber yang sudah dipublikasi.
2.
Riset
yang bersifat terapan misalnya survey pengunjung, penggunaan kuisioner untuk
mengukur kegiatan pameran sebagai media edukasi.
3.
Riset
tingkat dasar yakni riset yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang
sebuah daerah atau situs.
2.
Sumber data koleksi
Beberapa koleksi museum yang dijadikan sebagai sumber
data dalam tulisan ini antara lain nekara, figurin terakota, keramik asing, pipa
rokok, mata uang, dan heraldik.
Contoh : nekara perunggu dari Pulau Sangeang, yang terdiri dari tiga bagian
yaitu bagian pukul, bahu dan badan. Penggambaran figurin orang cina dikenali
dengan beberapa ciri antara lain bermata sipit, rambutnya lurus disisir ke
belakang. Hubungan dengan bangsa asing juga dapat diketahui dengan temuan
keramik yang menggambarkan kebiasaan orang tempat asal keramik tersebut. Contoh
lain adalah pengaruh orang Eropa di masa Kesultanan Banten yang dapat dikenali
dengan adanya temuan berupa pipa Gouda yang diperkirakan berasal dari Belanda.
3.
Penafsiran
Hubungan antar bangsa sudah menjadi kajian studi hubungan
internasional sejak berakhirnya Perang Dunia II. Definisi dari Ilmu Hubungan
Internasional adalah arti sempit adalah “Ilmu
Hubungan Internasional sebagai subyek akademis terutama memperhatikan hubungan
politik antarbangsa”. Sementara Ilmu Hubungan Internasional dalam arti luas
tidak hanya mencakup unsur politik saja tetapi juga unsur ekonomi, sosial, kultural
dan sebagainya. Misal, temuan nekara dari Jawa, Selayar dan Roti merupakan
beberapa bukti adanya hubungan antarbangsa dimasa lampau. Menurut pendapat AB
Meyer dan W. Fox, nekara-nekara perunggu itu dibuat di Khmer dan kemudian
disebarluaskan di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Sementara Heekeren menganggap
sebagai salah satu komoditi yang diimpor dari Cina.
Selain dari nekara, hubungan antarbangsa masa lalu dapat
dilihat pula pada data prasasti. Misalnya, hubungan antarbangsa pada masa Jawa
Kuno dapat ditelusuri bagaimana hubungan itu berlangsung melalui data yang ada
pada prasasti, seperti prasasti Kaladi (909 M) dan Palebuhan (927 M) yang
menyebutkan beberapa kelompok pedagang asing. Hubungan dengan bangsa asing juga
dapat ditelusuri melalui sejumlah catatan Cina. Contoh bukti bentuk hubungan
antarbangsa diantaranya adalah dalam hal keagamaan seperti adanya pengaruh Hindu-Budha,
Islam dan Kristen. Selain itu juga adanya jalur perhubungan sebagai sarana
penunjang perdagangan.
4.
Membangun Sikap Terbuka Bangsa Asing
Hubungan antarbangsa pada masa lampau kiranya dapat
terwujud berkat faktor keterbukaan para penguasa di Indonesia terhadap
kedatangan bangsa asing. Hubungan antarbangsa di era globalosasi saat ini
mempunyai pengaruh terhadap kondisi sosial budaya Indonesia. Kelanjutan
hubungan antarbangsa perlu dibina untuk mengatasi dampak negatif yang timbul
akibat globalisasi. Ikhtiar-ikhtiar memelihara persatuan dan kesatuan bangsa
dalam menghadapi lingkungan lingkungan internasional yang lebih kabur, lebih
kompetitif dan lebih tidak menentu kiranya dapat dipelajari dari kearifan masa
lampau, yang salah satunya tercermin pada koleksi museum.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Museum
merupakan suatu tempat yang ideal sebagai wadah kegiatan pendidikan sekaligus
hiburan. Dengan demikian museum diharapkan mampu menyajikan pengetahuan dan
keterampilan dalam suasana yang menyenangkan. Peran museum sebagai mitra
pendidik dapat merujuk pada Empat Tiang Pendidikan Abad ke-21 yang merupakan
hasil rumusan Komisi Internasional untuk tahu (learn to know), belajar untuk melakukan (learn to do), belajar untuk menjadi (learn to be) dan belajar untuk hidup bersama (learn to live together).
Untuk
menjadikan museum sebagai mitra pendidik dengan keempat pilar tersebut memang
bukan hal yang mudah. Namun, paling tidak museum-museum di Indonesia hendaknya
mulai sadar bahwa mereka mempunyai potensi yang cukup besar untuk diarahkan
menjadi wahana pembelajaran yang mendukung empat pilar pendidikan tersebut.
Dengan demikian, dunia permuseum di Indonesia akan mampu memberikan sumbangan
bagi pembangunan bangsa dan Negara di era global saat ini.
Sebagai
lembaga pelestarian benda-benda budaya, koleksi museum dapat dijadikan sebagai
sumber pendidikan. Salah satunya adalah sumber pendidikan hubungan antarbangsa
khususnya kita dapat mengetahui hubungan antarbangsa pada masa lampau melalui
koleksi-koleksi museum. Koleksi museum dapat diketahui bagaimana hubungan
antarbangsa pada masa lampau berlangsung.
Bentuk
hubungan antarbangsa pada masa lampau tersebut hendaknya bisa menjadi inspirasi
hubungan antarbangsa di masa sekarang ini untuk dapat menjalin hubungan baik.
Seperti pesan yang menyatakan bahwa “belajar
dari masa lampau untuk merajut hubungan yang lebih baik di masa depan”.
Salah satu media pembelajarannya dapat diperoleh dengan mengamati dan menelaah
koleksi museum.
B. Penutup
Alhamdulillahirobbil’alamin.
Puji syukur kami haturkan kehadirat Alloh SWT yang selalu memberikan rahmat,
hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan karya
tulis ini. Kami tak lupa haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak terutama Bapak Drs. Akhid Widi Rahmanto yang dengan penuh kesabaran
telah membimbing kami dalam menyusun karya tulis ini.
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa hasil penyusunan karya tulis ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharap kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi untuk kesempurnaan penulisan-penulisan kami yang lain.
Namun
kami merasa puas dapat menyelesaikan tugas yang diamanatkan kepada kami dengan
penuh kesadaran dan kerjasama yang baik. Semoga kerjasama yang baik ini
senantiasa akan kita tingkatkan untuk waktu-waktu mendatang.
Akhirnya
kepada semua pembaca yang telah mempunyai perhatian terhadap karya tulis ini,
kami mengucapkan banyak terima kasih. Selanjutnya, atas segala kesalahan dan
kekurangan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga karya tulis ini
bermanfaat bagi kami dan para pembaca. Amin.
0 komentar:
Post a Comment