TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA
MINIMALISASI DAMPAK NEGATIF INTERNET
untuk
memenuhi Tugas Akhir Pancasila
pada jenjang Sarjana S1 Jurusan Sistem
Informasi
disusun oleh
NAMA : CATUR APIN SUBEKTI
NIM : 12.12.6724
KELOMPOK : NUSANTARA
KELAS : 12 – S1 SI – 06
DOSEN : Mohammad Idris Purwanto, Drs, MM
JURUSAN
SISTEM INFORMATIKA
SEKOLAH
TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
AMIKOM YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT.,
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
yang berjudul “Minimalisasi Dampak Negatif Internet”. Tujuan penulis membuat
karya tulis ini untuk memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pendidikan Pancasila,
sekaligus agar para pembaca khususnya pengguna internet dapat menggunakan
internet sebaik-baiknya dan tidak menyalahgunakan internet, karena internet
memiliki lebih banyak fungsi yang berguna.
Dalam penyusunan ini, penulis
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Baik secara langsung, maupun
tidak langsung. Atas segala bantuan dan partisipasi, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1.
Bapak Mohammad Idris Purwanto, Drs. MM., selaku
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Pendidikan Pancasila.
2.
Kedua orang tua tercinta, yang selalu memberi
dukungan, do’a serta biaya kepada penulis.
3.
Teman-teman sejawat Mahasiswa STMIK AMIKOM Yogyakarta
yang membantu dan memberi masukan untuk terselesainya makalah ini.
Harapan penulis kepada pembaca
yang akan membaca karya tulis ini agar lebih berhati-hati dalam menggunakan
internet. Walaupun masih terdapat kekurangan dari penulis mohon kritik dan
saran dari pembaca.
Yogyakarta, 11
Oktober 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
BAB II RUMUSAN MASALAH
2.1. Peraturan
2.1.1. Kode Etik Berinternet
2.1.2. Undang-Undang Pornografi
2.2. Kasus Pornografi Akibat Internet
2.2.1. Indonesia
sebagai Negara ke-4 Pengakses Situs Porno Terbanyak
2.2.2. Game Online Rusak Mental Anak
BAB III PEMBAHASAN
3.1.
Penyebab Masalah
3.1.1. Kasus Indonesia Negara ke-4 Pengakses Situs
Porno Terbanyak
3.1.2. Game Online Rusak Mental Anak
3.2.
Penyelesaian Masalah
3.2.1. Anak-anak / Remaja
3.2.2. Orang Tua
3.2.3.
Peran Pemerintah
BAB IV PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam sejarah Indonesia, ir. Soekarno
pertama kali menyebutkan nama “Pancasila” pada tanggal 1 Juni 1945 sebagai satu
kesatuan dari butir-butir Dasar Negara Indonesia. Namun,
keadaan generasi muda Indonesia modern
tentu sangat berbeda dengan suasana saat Bung Karno berpidato di depan Sidang
Umum Pertama BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945. Dengan demikian, kemajuan
teknologi informasi (TI) di masa modern kini semakin memberikan pengaruh besar
bagi kita terhadap nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam Pancasila. Selain
berpengaruh baik, pengaruh buruk pun dapat terjadi, umumnya bagi bangsa Indonesia dan
khususnya bagi generasi muda.
Menurut Kepala Dinas Kominfo (Komunikasi dan
Informatika) Kaltim, Jauhar Efendi menguatkan akan lunturnya nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam Pancasila di sebagian masyarakat Indonesia saat
ini. Salah satu penyebabnya adalah kemajuan teknologi informasi (TI). Menurut
Beliau, nilai-nilai Pancasila memudar seiring kemajuan zaman, yaitu perkembangan
TI yang telah merasuki semua sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,
termasuk di rumah tangga sendiri. Misalnya anak kecil seusia TK yang sudah
canggih dalam ilmu teknologi informasi melalui internet, bermain game
online di Handphone maupun Game Net, bermain social network seperti facebook,
twitter, dan lain-lain.
Oleh karena itu, penulis mengambil judul
“Minimalisasi Dampak Negatif Internet” karena penulis ingin memberikan
informasi sekaligus mengingatkan kita sebagai Kader Bangsa agar dapat menjauhi
sikap buruk dalam menggunakan media teknologi informasi (TI) yang dapat
merugikan diri sendiri dan tentunya juga Bangsa Indonesia.
1.2. Tujuan
Dalam
penulisan makalah ini, penulis bertujuan untuk :
a.
Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pancasila.
b.
Untuk membahas dan mengkaji Dampak Negatif
Internet.
BAB II
RUMUSAN
MASALAH
2.1. Peraturan
2.1.1. Kode Etik Berinternet
Adapun kode etik yang diharapkan bagi para pengguna
internet adalah:
· Menghindari
dan tidak mempublikasi informasi yang secara langsung berkaitan dengan masalah pornografi
dan nudisme.
· Menghindari
dan tidak mempublikasi informasi yang memiliki tendensi menyinggung secara langsung
dan negatif masalah suku, agama dan ras, termasuk di dalamnya usaha penghinaan,
pelecehan, pendiskreditan, penyiksaan serta segala bentuk pelanggaran hak.
· Menghindari
dan tidak mempublikasikan informasi yang berisi instruksi untuk melakukan
perbuatan melawan hukum (illegal) positif
di Indonesia dan ketentuan
internasional umumnya.
· Tidak menampilkan
segala bentuk eksploitasi terhadap anak-anak di bawah umur.
· Tidak
mempergunakan, mempublikasikan dan atau saling bertukar materi dan informasi yang
memiliki korelasi terhadap kegiatan pirating, hacking dan cracking.
· Bila
mempergunakan script, program, tulisan, gambar/ foto, animasi, suara atau
bentuk materi dan informasi lainnya yang bukan hasil karya sendiri harus mencantumkan
identitas sumber dan pemilik hak cipta bila ada dan bersedia untuk melakukan
pencabutan bila ada yang mengajukan keberatan serta bertanggung jawab atas segala
konsekuensi yang mungkin timbul karenanya.
· Tidak berusaha
atau melakukan serangan teknis terhadap produk, sumber daya (resource) dan peralatan yang dimiliki pihak
lain.
· Menghormati
etika dan segala macam peraturan yang berlaku di masyarakat internet umumnya dan
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala muatan/ isi situsnya.
· Untuk kasus
pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola, anggota dapat melakukan teguran secara
langsung.
2.1.2. Undang-Undang Pornografi
Pasal 1
a. Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi,
foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi
dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat;
b. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan
pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui
pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon,
internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar,
majalah, dan barang cetakan lainnya;
c.
Setiap orang adalah orang perseorangan atau
korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum;
d.
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun;
e.
Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin
oleh Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
f.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa,
penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebinekaan, kepastian
hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.
Pasal 3
Undang-Undang
ini bertujuan:
a.
mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan
masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
b.
menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai
seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang
majemuk;
c.
memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap
moral dan akhlak masyarakat;
d.
memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi
warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
e.
mencegah berkembangnya pornografi dan
komersialisasi seks di masyarakat.
2.2. Kasus Pornografi Akibat Internet
2.2.1. Indonesia sebagai Negara ke-4 Pengakses Situs Porno Terbanyak
Gerakan “Jangan Bugil Depan Kamera” (JBDK) sebuah LSM di
tanah air menyebutkan bahwa berdasarkan hasil survey yang dilakukan selama
2010, masyarakat Indonesia berada
pada urutan ke empat di dunia yang suka membuka internet untuk situs
pornografi. Seringkali penyimpangan perilaku yang berujung pada seks bebas
dipicu dari situs internet porno.
“Pada tahun 2008 dan 2009, Indonesia berada pada urutan ke
tiga dari beberapa negara di Asia setelah Vietnam, Kroasia dan beberapa negara
eropa lainnya,” kata Ketua Gerakan JBDK pusat, Peri Umar Farouk, saat tampil
sebagai nara sumber pada sosialisasi Undang-Undang Nomor : 44/ 2008 tentang pornografi di kendari.
Kegiatan advokasi dan edukasi terkait sosialisasi UU
Pornografi itu difasilitasi oleh Dinas Perhubungan Sultra bekerjasama dengan
Direktorat Kelembagaan Komunikasi Pemerintahan, Kementerian Komunikasi dan
Informatika Pusat.
Menurut Peri, sosialisasi tentang UU Pornografi dipandang
sangat penting, karena selama UU Nomor : 44/ 2008 itu lahir seakan-akan masyarakat belum tahu
apa pengaruh UU itu dalam kehidupan sehari-hari, terutama berkenan dengan masih
maraknya fenomena pornografi di tanah air dampak dari teknologi internet.
Ia mengatakan, kegemaran masyarakat Indonesia yang mengakses
dengan kata kunci “sex” pada jaringan
internet, penggemarnya selain dari kalangan remaja dengan usia antara 14-26
tahun dan 30-45 tahun merata di seluruh daerah di Indonesia, dengan mengakses
selain di warung telekomunikasi (warnet)
juga dari perkantoran.
“Meski dalam UU Pornografi itu menyebutkan bahwa yang tidak
terjerat dalam hukum pidana adalah membuat, memiliki atau menyimpan materi
pornografi untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri namun, dengan
pertimbangan lain, setiap individu secara sukarela lebih aman membebaskan diri
atau menjauhkan untuk tidak membuka situs pornografi.” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Peri Umar, untuk tidak lebih meluasnya
penggunaan internet yang mengakses situs berbau pornografi, pemerintah dan
masyarakat wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan
pornografi (pasal 17) dalam UU Pornografi tersebut.
Artinya bahwa, masyarakat yang melaporkan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal itu berhak mendapatkan perlindungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Warga masyarakat yang melakukan pelanggaran apakah itu yang
memproduksi, membuat dan memperbanyak dan menyebarluaskan maka sanksi pidana
penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun atau denda paling
sedikit Rp. 250
juta dan paling banyak Rp. 6
miliar.” katanya.
Oleh karena itu, kata Peri Umar, dengan kegiatan sosialisasi
UU pornografi tersebut, meski sifatnya sangat singkat tetapi pemahaman terhadap
pornografi khususnya bagi peserta yang ikut pertama kali ini bisa
menyosialisasikan kepada orang lain ataukah tetangga terdekatnya. “Bila perlu
cantumkan pemberian sanksi yang berat untuk penyalagunaan fasilitas kantor
berkenaan pornografi,” katanya.
Sungguh fakta yang memprihatinkan, terutama bagi masa depan
generasi muda di kemudian hari yang mana merekalah bakal penerus pembangunan
dan kelangsungan hidup bangsa ini kelak. Karena moral dan akhlaq merupakan
modal dasar yang sangat penting untuk mewujudkan manusia Indonesia
seutuhnya.
2.2.2. Game Online Rusak Mental Anak
Keberadaan game online dituding menjadi salah satu
penyebab meningkatnya tindak kriminalitas yang melibatkan pelajar. Tak jarang
mereka meniru adegan kekerasan di game
online dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa bulan terakhir tindak kriminalitas yang melibatkan
pelajar terus terjadi. Misalnya kasus perampokan di Bekasi melibatkan siswa SMA
dan kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor)
melibatkan siswa SMP. Di Bogor seorang siswa SMA membacok anggota Ormas yang
sedang melintas.
Di Depok anak SD menusuk temannya. Belum lagi kasus tawuran
pelajar yang terjadi hampir setiap hari. Ketua Komisi Nasional Perlindungan
Anak Arist Merdeka Sirait berpendapat, aksi kekerasan yang melibatkan pelajar
merupakan akumulasi dari apa yang dilihat, ditonton, dan didengar anak-anak. Ketika
mendapatkan kesempatan dalam momen tertentu, anak-anak ini mengaplikasikan
hasil tontonannya itu dalam bentuk perkelahian. Keberadaan game online yang
menampilkan fitur perkelahian atau permainan kekerasan sering luput dari
pengawasan. Hal ini bisa merusak mental anak.
“Bila orang tua sekadar untuk menyenangkan buah hati mereka,
tanpa memikirkan efek samping itu, orang tua akan mendapatkan dampak buruk.
Bisa saja si anak menjadi korban atau pelaku kekerasan di lingkungannya,” kata
Arist kemarin. Pihaknya menyarankan para orang tua lebih selektif memberikan
permainan kepada anaknya. Begitu juga kepada penyedia game online di luar
rumah. Meski game online dengan fitur perkelahian memiliki
pangsa pasar bisnis menggiurkan, mereka harus mengedepankan moralnya. Bila
tidak diseleksi, secara tidak langsung penyedia game online ikut
berkontribusi dalam menciptakan karakter kekerasan di lingkungan anak.
“Bisnis jangan dilihat aspek profit saja. Lihat perspektif
psikologis dan sosial yang bakal diterima oleh konsumen merekam.” pungkasnya.
Sementara hasil penelusuran SINDO di sejumlah warung internet (warnet) menyatakan, konsumennya
mayoritas siswa SD hingga SMA. Mereka menjadikan warnet sebagai tempat bermain
karena menyediakan game online dengan biaya murah. Di beberapa warnet bahkan terlihat siswa masih
menggunakan baju seragam sekolah. Di waktu senggang mereka tidak lagi
menghabiskan waktu di lapangan olahraga. Siswa berseragam kini lebih senang
memilih berlama-lama di hadapan monitor komputer untuk bermain-main di dunia
maya.
Hanya dengan mengeluarkan uang sekitar Rp. 2.000 – Rp. 4.000
untuk satu jam, mereka bebas memilih permainan yang diinginkan. Dengan harga
yang terbilang sangat terjangkau itu, anak-anak sekolah yang masuk ke warnet dapat mengakses semua permainan game online,
yang dapat membuat mereka terhubung dengan pemain-pemain lain di luar kota
bahkan di luar negeri sekalipun. Ribuan nama permainan via internet yang masuk
dalam genre role playing games (RPG) atau first-person shooter (FPS) yang kini tersebar di
dunia maya banyak menyajikan visualisasi dan audio yang merujuk pada kekerasan.
Meski ada juga game
online yang bersifat edukasi, fantasi,
olahraga hingga sejarah, pelajar pengguna internet saat ini nyatanya lebih
senang memainkan permainan- permainan dari dua genre tersebut. Hasilnya, banyak
pelajar yang terinspirasi untuk melakukan adegan kekerasan dalam kehidupan
sehari-hari. Asosiasi Warung Internet Indonesia (AWARI) menyadari kelonggaran
aturan sehingga menyebabkan pelajar bebas memilih game online dalam bentuk
apa pun. Meski demikian, pihaknya tidak bisa berbuat banyak.
“Kita lebih mengatur tentang kode etik usaha dari warnet itu
secara prinsip, bukan secara teknis. Kita hanya memberi tahu agar warnet dibuka
untuk memberi manfaat positif kepada lingkungan sekitarnya. Kalaupun ada
anggota yang nakal, kita tidak bisa melarang. Tujuan pertama didirikannya
asosiasi ini adalah untuk memperjuangkan kepentingan seperti kebutuhan perangkat
lunak.” ungkap Ketua AWARI Irwin Day
kepada SINDO. Pihaknya mengaku prihatin atas penyalahgunaan fungsi dari game online
yang diadaptasi oleh para pelajar. Irwin menyadari bahwa sangat banyak
permainan di internet yang sebenarnya ditujukan untuk pengguna dewasa.
“Game-game yang saat ini tersebar sudah sangat
memprihatinkan. Karena game-game itu sebenarnya mempunyai segmen umur.
Sedangkan anak-anak sekarang banyak yang memainkan game yang ditujukan untuk
pengguna internet dewasa. Permainan yang masuk dalam segmen dewasa, biasanya
mengandung kekerasan, kata-kata kasar, dan tingkat seksualitas,” kata Irwin.
Dia juga menerangkan bahwa di luar negeri permainan game online diberikan
dengan batasan umur serta peraturan yang jelas. Riskiyah, 45, pengusaha warnet
di Jalan Kramat 5, Senen, Jakarta Pusat, tidak tahu cara untuk melarang
anak-anak bermain game online.
Padahal dia sudah mendengar tentang kisah anak-anak yang
melakukan kekerasan karena terlalu seringnya bermain game online. “Mau nulis larangannya kayak bagaimana? Kita sendiri
juga enggak tahu game apa saja yang dilarang atau yang mana yang nampilin kekerasan.”
katanya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Penyebab Masalah
3.1.1. Kasus Indonesia Negara ke-4 Pengakses Situs Porno
Terbanyak
· Para pengakses internet masih kurang
iman dan taqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
· Orang
dewasa kurang mengawasi anak-anaknya dalam berinternet.
· Sebagian besar orang tua belum akrab dan atau belum
mengerti betul tentang internet.
· Hukum
dan sanksi kurang tegas terhadap tersangka penyalahgunaan pornografi melalui
media internet sehingga tersangka tak pernah jera melakukan hal tersebut.
· Tersedianya
ruang atau pun suasana yang memungkinkan anak / remaja bisa leluasa memasuki
situs-situs porno tanpa pengawasan orang tua / orang lain di sekitar mereka.
3.1.2. Game Online Rusak Mental Anak
· Pergaulan anak yang bebas bermain kemana-mana tanpa
pengawasan orang tua / orang yang lebih dewasa.
· Kurang
tegasnya aturan yang jelas bagi pengguna media internet.
· Informasi
tentang game online mudah menyebar di kalangan anak-anak apalagi permainan yang
sangat diminati oleh anak.
· Orang tua kurang memberi batasan kepada anaknya dan juga
kurang memberikan pengarahan terhadap apa yang anak lakukan dengan uang saku
mereka.
3.2. Penyelesaian Masalah
Sebagian besar masalah yang berkaitan dengan
penyalahgunaan media internet dapat diselesaikan dengan peran-peran sebagai
berikut :
3.2.1. Anak-anak / Remaja
Anak-anak/ remaja sangatlah rentan terhadap
sifat-sifat atau perbuatan yang buruk, karena di masa usia yang masil labil
mereka bisa melakukan perbuatan yang buruk tanpa mereka sadari. Perbuatan buruk
yang mereka lakukan terus-menerus akan mengakibatkan rusaknya moral mereka di
masa depan. Hal itu bisa dicegah dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :
· Memperkuat
iman dan taqwa kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.
· Memilih
pergaulan yang baik di sekitar kita.
· Bersifat
terbuka terhadap orang tua agar segala masalah yang kita hadapi dapat mudah
diselesaikan dengan bantuan orang lain.
3.2.2. Orang Tua
Dampak yang diberikan internet bergantung
bagaimana orang memanfaatkannya. Jika ia menggunakannya dengan baik maka dampak
yang diberikan positif tapi jika dimanfaatkan untuk hal-hal yang berbau
pornografi bisa berdampak negatif. Sayangnya, seorang anak yang belum baligh
belum bisa menentukan mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk.
Karena kebebasan yang diberikan internet, mungkin saja anak yang sedang mencari
tugas sekolahnya di internet menemukan gambar/teks pornografi. Apalagi daya
rekam anak tinggi, jadi ingatannya tentang pornografi akan melekat kuat dalam
dirinya.
Kesibukan bekerja seringkali menyebabkan orang
tua kurang melakukan pengawasan terhadap penggunaan internet pada anak. Inilah
yang membuat anak leluasa ketika mengakses situs web yang tidak diinginkan.
Sebaiknya orang tua mendampingi anaknya saat mengakses internet untuk
menghindarkan anak dari penyalahgunaan internet.
Berbagai bahaya di internet dan masalah
kecanduan internet bukan tidak dapat diatasi. Dengan mengetahui dampak negatif
dari internet, sebagai orang tua, kita dapat melindungi buah hati kita dengan
melakukan hal-hal berikut:
· Orang
tua perlu memiliki pengetahuan tentang internet, karena seorang anak dapat saja
dengan sengaja membiarkan atau membuat orang tua tidak memahami teknologi
sehingga orang tua berpikir tidak ada dampak negatif dari internet.
· Letakkan
komputer di tempat yang mudah dilihat karena kadang orang tua merasa bangga
dengan meletakkan dalam kamar anak mereka sebuah komputer yang terhubung
internet. Hal ini sebenarnya akan membahayakan anak karena mereka dapat leluasa
mengakses situs-situs yang tidak baik tanpa diketahui orang tua. Sebaliknya,
dengan meletakkan di tempat terbuka, misalnya di ruang keluarga, kita dapat
memantau situs apa saja yang dibuka anak. Bantu anak untuk dapat membuat
keputusan sendiri karena sebagai orang tua, kita tidak dapat mengawasi anak 24
jam. Biasakan anak untuk mengambil keputusan mulai dari hal-hal yang kecil.
Misalnya, memutuskan untuk menggunakan pakaian yang mana atau tanyakan pendapat
dan sudut pandang anak. Sehingga saat orang tua tidak ada atau saat muncul
situs porno, mereka dapat mengambil tindakan yang tepat.
· Tanamkan
pula rasa takut akan Tuhan, sehingga walau orang tua tidak ada, tetapi dia tahu
bahwa Tuhan memerhatikan dan melihat apa yang dilakukannya.
· Orang tua
juga harus membatasi penggunaan internet bagi anak. Tetapkan berapa lama
internet boleh digunakan dan situs apa saja yang boleh diakses. Memasang
software filter pornografi seperti K9
web protection untuk mencegah anak-anak mengakses situs porno.
· Orang
tua harus menjaga komunikasi yang baik dengan anak. Karena komunikasi yang baik
dan terbuka serta keakraban dengan anak akan memudahkan orang tua untuk
menanamkan nilai-nilai moral dan dapat menjelaskan kepada anak apa saja bahaya
dari penggunaan internet.
3.2.3. Peran Pemerintah
Mengingat tingkat eskalasi ancamannya yang sudah
sangat permanen dan terus mengalami perkembangan yang pesat, Menteri Kominfo
mengatakan, bahwa pola penyelesaiannya harus menggunakan cara yang sangat
strategis pula, yaitu:
· Berupa
Perkuatan Kelembagaan
Kondisi
ini menuntut adanya suatu lembaga yang secara terus menerus melakukan monitoring traffik internet yaitu
minimal untuk mengetahui apakah penggunaannya secara etis bertentangan dengan
ketentuan yang berlaku atau tidak. Lembaga ini tidak harus setingkat
kementerian atau suatu badan pemerintahan tertentu, karena lembaga ini berada
di bawah Departemen Kominfo yang dapat melakukan koordinasi lintas interdep
atau berbagai kelembagaan yang ada, yang diharapkan mulai dapat berfungsi
efektif di tahun depan.
· Penguasaan
Tehnologi
Efektif
atau tidaknya upaya untuk meminimalisasi kehadiran penyalahgunaan internet
sangat tergantung pada seberapa jauh kemampuan penguasaan tehnologinya,
sehingga hal ini menuntut adanya kemampuan untuk meningkatkan kualitas
penguasaan tehnologinya agar tidak left
behind.
· Keberadaan
regulasi untuk menanggulanginya.
· Adanya socio readiness di kalangan masyarakat yang memungkinkan masyarakat untuk
memiliki ketahanan dan kesadaran yang komprehensif dalam membendung datangnya
informasi yang tidak produktif tanpa harus diguide oleh pemerintah. Kondisi socio readiness ini mendorong masyarakat untuk memiliki kemudahan
psikologis dalam membedakan antara yang baik dan sebaliknya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1.
Muncul berbagai dampak negatif dari kehadiran
internet. Dampak negatif penggunaan internet, yaitu kelemahan kontrol,
perubahan tingkah laku sosial, ancaman penyebaran virus dan munculnya profesi
kejahatan baru.
2.
Peran orang tua juga sangat dibutuhkan dalam
penyalahgunaan internet. Sebaiknya orang tua mendampingi anaknya saat mengakses
internet untuk menghindarkan anak dari penyalahgunaan internet.
3.
Pemerintah menggunakan cara yang strategis,
yaitu berupa perkuatan kelembagaan, penguasaan teknologi, keberadaan regulasi
untuk menanggulanginya
dan adanya socio readiness di kalangan masyarakat.
4.2. Saran
1.
Sebaiknya kita dalam menggunakan media internet harus
dengan cara yang sebaik-baiknya sehingga dampak yang diberikan positif tapi
jika di manfaatkan untuk hal-hal yang berbau pornografi bisa berdampak negatif
dan merugikan diri kita sendiri.
2.
Sebagai orang tua kita harus selalu mendampingi
anaknya ketika mengakses internet untuk menghindarkan anak dari penyalahgunaan
internet yang mudah dilakukan oleh sang anak.
3.
Orang tua harus membatasi penggunaan internet
bagi anaknya.
4.
Kita sebagai brain
ware harus menggunakan fasilitas
internet untuk hal-hal yang bermanfaat sehingga dengan kemajuan teknologi kita
bisa memanfaatkannya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Tim
kreatif. 2010. Zamrud Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas
IX.
Surakarta: Putra
Nugraha
Pandia,
Henry. 2006. Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas IX.
Bandung :
Erlangga .
http://teknologi.kompasiana.com/internet/2011/11/15/internet-anak-muda-berbasis-pancasila/
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/495183/
http://zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/kode_etik_profesi.pdf
0 komentar:
Post a Comment