My Hot Videos



Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila AMIKOM'012

Saturday, November 10, 2012



TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA

MINIMALISASI DAMPAK NEGATIF INTERNET


untuk memenuhi Tugas Akhir Pancasila
pada jenjang Sarjana S1 Jurusan Sistem Informasi





disusun oleh

NAMA              : CATUR APIN SUBEKTI
NIM                  : 12.12.6724
KELOMPOK   : NUSANTARA
KELAS             : 12 – S1 SI – 06
DOSEN            : Mohammad Idris Purwanto, Drs, MM


JURUSAN SISTEM INFORMATIKA
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
AMIKOM YOGYAKARTA
2012

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT., atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Minimalisasi Dampak Negatif Internet”. Tujuan penulis membuat karya tulis ini untuk memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, sekaligus agar para pembaca khususnya pengguna internet dapat menggunakan internet sebaik-baiknya dan tidak menyalahgunakan internet, karena internet memiliki lebih banyak fungsi yang berguna.

Dalam penyusunan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Baik secara langsung, maupun tidak langsung. Atas segala bantuan dan partisipasi, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.        Bapak Mohammad Idris Purwanto, Drs. MM., selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Pendidikan Pancasila.
2.        Kedua orang tua tercinta, yang selalu memberi dukungan, do’a serta biaya kepada penulis.
3.        Teman-teman sejawat Mahasiswa STMIK AMIKOM Yogyakarta yang membantu dan memberi masukan untuk terselesainya makalah ini.

Harapan penulis kepada pembaca yang akan membaca karya tulis ini agar lebih berhati-hati dalam menggunakan internet. Walaupun masih terdapat kekurangan dari penulis mohon kritik dan saran dari pembaca.

Yogyakarta, 11 Oktober 2012









DAFTAR ISI

 

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I        PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
1.2.   Tujuan

BAB II       RUMUSAN MASALAH

2.1.       Peraturan
2.1.1.   Kode Etik Berinternet
2.1.2.   Undang-Undang Pornografi
2.2.       Kasus Pornografi Akibat Internet
2.2.1.   Indonesia sebagai Negara ke-4 Pengakses Situs Porno Terbanyak
2.2.2.   Game Online Rusak Mental Anak

BAB III     PEMBAHASAN

3.1.      Penyebab Masalah
3.1.1.   Kasus Indonesia Negara ke-4 Pengakses Situs Porno Terbanyak
3.1.2.   Game Online Rusak Mental Anak
3.2.       Penyelesaian Masalah
3.2.1.   Anak-anak / Remaja
3.2.2.   Orang Tua
3.2.3.   Peran Pemerintah

BAB IV      PENUTUP

4.1.   Kesimpulan
4.2.    Saran

DAFTAR PUSTAKA




BAB I

PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Dalam sejarah Indonesia, ir. Soekarno pertama kali menyebutkan nama “Pancasila” pada tanggal 1 Juni 1945 sebagai satu kesatuan dari butir-butir Dasar Negara Indonesia. Namun, keadaan generasi muda Indonesia modern tentu sangat berbeda dengan suasana saat Bung Karno berpidato di depan Sidang Umum Pertama BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945. Dengan demikian, kemajuan teknologi informasi (TI) di masa modern kini semakin memberikan pengaruh besar bagi kita terhadap nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam Pancasila. Selain berpengaruh baik, pengaruh buruk pun dapat terjadi, umumnya bagi bangsa Indonesia dan khususnya bagi generasi muda.
Menurut Kepala Dinas Kominfo (Komunikasi dan Informatika) Kaltim, Jauhar Efendi menguatkan akan lunturnya nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila di sebagian masyarakat Indonesia saat ini. Salah satu penyebabnya adalah kemajuan teknologi informasi (TI). Menurut Beliau, nilai-nilai Pancasila memudar seiring kemajuan zaman, yaitu perkembangan TI yang telah merasuki semua sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di rumah tangga sendiri. Misalnya anak kecil seusia TK yang sudah canggih dalam ilmu teknologi informasi melalui internet, bermain game online di Handphone maupun Game Net, bermain social network seperti facebook, twitter, dan lain-lain.
Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Minimalisasi Dampak Negatif Internet” karena penulis ingin memberikan informasi sekaligus mengingatkan kita sebagai Kader Bangsa agar dapat menjauhi sikap buruk dalam menggunakan media teknologi informasi (TI) yang dapat merugikan diri sendiri dan tentunya juga Bangsa Indonesia.

1.2.       Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, penulis bertujuan untuk :
a.    Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pancasila.
b.    Untuk membahas dan mengkaji Dampak Negatif Internet.

 

BAB II

RUMUSAN MASALAH

2.1.       Peraturan
2.1.1. Kode Etik Berinternet
Adapun kode etik yang diharapkan bagi para pengguna internet adalah:
·      Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang secara langsung berkaitan dengan masalah pornografi dan nudisme.
·      Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang memiliki tendensi menyinggung secara langsung dan negatif masalah suku, agama dan ras, termasuk di dalamnya usaha penghinaan, pelecehan, pendiskreditan, penyiksaan serta segala bentuk pelanggaran hak.
·      Menghindari dan tidak mempublikasikan informasi yang berisi instruksi untuk melakukan perbuatan melawan hukum (illegal) positif di Indonesia dan ketentuan internasional umumnya.
·      Tidak menampilkan segala bentuk eksploitasi terhadap anak-anak di bawah umur.
·      Tidak mempergunakan, mempublikasikan dan atau saling bertukar materi dan informasi yang memiliki korelasi terhadap kegiatan pirating, hacking dan cracking.
·      Bila mempergunakan script, program, tulisan, gambar/ foto, animasi, suara atau bentuk materi dan informasi lainnya yang bukan hasil karya sendiri harus mencantumkan identitas sumber dan pemilik hak cipta bila ada dan bersedia untuk melakukan pencabutan bila ada yang mengajukan keberatan serta bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang mungkin timbul karenanya.
·      Tidak berusaha atau melakukan serangan teknis terhadap produk, sumber daya (resource) dan peralatan yang dimiliki pihak lain.
·      Menghormati etika dan segala macam peraturan yang berlaku di masyarakat internet umumnya dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala muatan/ isi situsnya.
·      Untuk kasus pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola, anggota dapat melakukan teguran secara langsung.
2.1.2. Undang-Undang Pornografi
Pasal 1
a.  Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat;
b. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya;
c.    Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum;
d.    Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
e.    Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
f.      Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebinekaan, kepastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.
Pasal 3
Undang-Undang ini bertujuan:
a.    mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
b.    menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk;
c.    memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;
d.    memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
e.    mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

2.2.       Kasus Pornografi Akibat Internet
2.2.1.      Indonesia sebagai Negara ke-4 Pengakses Situs Porno Terbanyak
Gerakan “Jangan Bugil Depan Kamera” (JBDK) sebuah LSM di tanah air menyebutkan bahwa berdasarkan hasil survey yang dilakukan selama 2010, masyarakat Indonesia berada pada urutan ke empat di dunia yang suka membuka internet untuk situs pornografi. Seringkali penyimpangan perilaku yang berujung pada seks bebas dipicu dari situs internet porno.
“Pada tahun 2008 dan 2009, Indonesia berada pada urutan ke tiga dari beberapa negara di Asia setelah Vietnam, Kroasia dan beberapa negara eropa lainnya,” kata Ketua Gerakan JBDK pusat, Peri Umar Farouk, saat tampil sebagai nara sumber pada sosialisasi Undang-Undang Nomor : 44/ 2008 tentang pornografi di kendari.
Kegiatan advokasi dan edukasi terkait sosialisasi UU Pornografi itu difasilitasi oleh Dinas Perhubungan Sultra bekerjasama dengan Direktorat Kelembagaan Komunikasi Pemerintahan, Kementerian Komunikasi dan Informatika Pusat.
Menurut Peri, sosialisasi tentang UU Pornografi dipandang sangat penting, karena selama UU Nomor : 44/ 2008 itu lahir seakan-akan masyarakat belum tahu apa pengaruh UU itu dalam kehidupan sehari-hari, terutama berkenan dengan masih maraknya fenomena pornografi di tanah air dampak dari teknologi internet.
Ia mengatakan, kegemaran masyarakat Indonesia yang mengakses dengan kata kunci “sex” pada jaringan internet, penggemarnya selain dari kalangan remaja dengan usia antara 14-26 tahun dan 30-45 tahun merata di seluruh daerah di Indonesia, dengan mengakses selain di warung telekomunikasi (warnet) juga dari perkantoran.
“Meski dalam UU Pornografi itu menyebutkan bahwa yang tidak terjerat dalam hukum pidana adalah membuat, memiliki atau menyimpan materi pornografi untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri namun, dengan pertimbangan lain, setiap individu secara sukarela lebih aman membebaskan diri atau menjauhkan untuk tidak membuka situs pornografi.” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Peri Umar, untuk tidak lebih meluasnya penggunaan internet yang mengakses situs berbau pornografi, pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan pornografi (pasal 17) dalam UU Pornografi tersebut.
Artinya bahwa, masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal itu berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Warga masyarakat yang melakukan pelanggaran apakah itu yang memproduksi, membuat dan memperbanyak dan menyebarluaskan maka sanksi pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun atau denda paling sedikit Rp. 250 juta dan paling banyak Rp. 6 miliar.” katanya.
Oleh karena itu, kata Peri Umar, dengan kegiatan sosialisasi UU pornografi tersebut, meski sifatnya sangat singkat tetapi pemahaman terhadap pornografi khususnya bagi peserta yang ikut pertama kali ini bisa menyosialisasikan kepada orang lain ataukah tetangga terdekatnya. “Bila perlu cantumkan pemberian sanksi yang berat untuk penyalagunaan fasilitas kantor berkenaan pornografi,” katanya.
Sungguh fakta yang memprihatinkan, terutama bagi masa depan generasi muda di kemudian hari yang mana merekalah bakal penerus pembangunan dan kelangsungan hidup bangsa ini kelak. Karena moral dan akhlaq merupakan modal dasar yang sangat penting untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya.

2.2.2.      Game Online Rusak Mental Anak
Keberadaan game online dituding menjadi salah satu penyebab meningkatnya tindak kriminalitas yang melibatkan pelajar. Tak jarang mereka meniru adegan kekerasan di game online dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa bulan terakhir tindak kriminalitas yang melibatkan pelajar terus terjadi. Misalnya kasus perampokan di Bekasi melibatkan siswa SMA dan kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) melibatkan siswa SMP. Di Bogor seorang siswa SMA membacok anggota Ormas yang sedang melintas.
Di Depok anak SD menusuk temannya. Belum lagi kasus tawuran pelajar yang terjadi hampir setiap hari. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait berpendapat, aksi kekerasan yang melibatkan pelajar merupakan akumulasi dari apa yang dilihat, ditonton, dan didengar anak-anak. Ketika mendapatkan kesempatan dalam momen tertentu, anak-anak ini mengaplikasikan hasil tontonannya itu dalam bentuk perkelahian. Keberadaan game online yang menampilkan fitur perkelahian atau permainan kekerasan sering luput dari pengawasan. Hal ini bisa merusak mental anak.
“Bila orang tua sekadar untuk menyenangkan buah hati mereka, tanpa memikirkan efek samping itu, orang tua akan mendapatkan dampak buruk. Bisa saja si anak menjadi korban atau pelaku kekerasan di lingkungannya,” kata Arist kemarin. Pihaknya menyarankan para orang tua lebih selektif memberikan permainan kepada anaknya. Begitu juga kepada penyedia game online di luar rumah. Meski game online dengan fitur perkelahian memiliki pangsa pasar bisnis menggiurkan, mereka harus mengedepankan moralnya. Bila tidak diseleksi, secara tidak langsung penyedia game online ikut berkontribusi dalam menciptakan karakter kekerasan di lingkungan anak.
“Bisnis jangan dilihat aspek profit saja. Lihat perspektif psikologis dan sosial yang bakal diterima oleh konsumen merekam.” pungkasnya. Sementara hasil penelusuran SINDO di sejumlah warung internet (warnet) menyatakan, konsumennya mayoritas siswa SD hingga SMA. Mereka menjadikan warnet sebagai tempat bermain karena menyediakan game online dengan biaya murah. Di beberapa warnet bahkan terlihat siswa masih menggunakan baju seragam sekolah. Di waktu senggang mereka tidak lagi menghabiskan waktu di lapangan olahraga. Siswa berseragam kini lebih senang memilih berlama-lama di hadapan monitor komputer untuk bermain-main di dunia maya.
Hanya dengan mengeluarkan uang sekitar Rp. 2.000 – Rp. 4.000 untuk satu jam, mereka bebas memilih permainan yang diinginkan. Dengan harga yang terbilang sangat terjangkau itu, anak-anak sekolah yang masuk ke warnet dapat mengakses semua permainan game online, yang dapat membuat mereka terhubung dengan pemain-pemain lain di luar kota bahkan di luar negeri sekalipun. Ribuan nama permainan via internet yang masuk dalam genre role playing games (RPG) atau first-person shooter (FPS) yang kini tersebar di dunia maya banyak menyajikan visualisasi dan audio yang merujuk pada kekerasan.
Meski ada juga game online yang bersifat edukasi, fantasi, olahraga hingga sejarah, pelajar pengguna internet saat ini nyatanya lebih senang memainkan permainan- permainan dari dua genre tersebut. Hasilnya, banyak pelajar yang terinspirasi untuk melakukan adegan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari. Asosiasi Warung Internet Indonesia (AWARI) menyadari kelonggaran aturan sehingga menyebabkan pelajar bebas memilih game online dalam bentuk apa pun. Meski demikian, pihaknya tidak bisa berbuat banyak.
“Kita lebih mengatur tentang kode etik usaha dari warnet itu secara prinsip, bukan secara teknis. Kita hanya memberi tahu agar warnet dibuka untuk memberi manfaat positif kepada lingkungan sekitarnya. Kalaupun ada anggota yang nakal, kita tidak bisa melarang. Tujuan pertama didirikannya asosiasi ini adalah untuk memperjuangkan kepentingan seperti kebutuhan perangkat lunak.” ungkap Ketua AWARI Irwin Day kepada SINDO. Pihaknya mengaku prihatin atas penyalahgunaan fungsi dari game online yang diadaptasi oleh para pelajar. Irwin menyadari bahwa sangat banyak permainan di internet yang sebenarnya ditujukan untuk pengguna dewasa.
“Game-game yang saat ini tersebar sudah sangat memprihatinkan. Karena game-game itu sebenarnya mempunyai segmen umur. Sedangkan anak-anak sekarang banyak yang memainkan game yang ditujukan untuk pengguna internet dewasa. Permainan yang masuk dalam segmen dewasa, biasanya mengandung kekerasan, kata-kata kasar, dan tingkat seksualitas,” kata Irwin. Dia juga menerangkan bahwa di luar negeri permainan game online diberikan dengan batasan umur serta peraturan yang jelas. Riskiyah, 45, pengusaha warnet di Jalan Kramat 5, Senen, Jakarta Pusat, tidak tahu cara untuk melarang anak-anak bermain game online.
Padahal dia sudah mendengar tentang kisah anak-anak yang melakukan kekerasan karena terlalu seringnya bermain game online. “Mau nulis larangannya kayak bagaimana? Kita sendiri juga enggak tahu game apa saja yang dilarang atau yang mana yang nampilin kekerasan.” katanya.



BAB III

PEMBAHASAN

3.1.       Penyebab Masalah
3.1.1.      Kasus Indonesia Negara ke-4 Pengakses Situs Porno Terbanyak
·  Para pengakses internet masih kurang iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·  Orang dewasa kurang mengawasi anak-anaknya dalam berinternet.
·  Sebagian besar orang tua belum akrab dan atau belum mengerti betul tentang internet.
·  Hukum dan sanksi kurang tegas terhadap tersangka penyalahgunaan pornografi melalui media internet sehingga tersangka tak pernah jera melakukan hal tersebut.
·  Tersedianya ruang atau pun suasana yang memungkinkan anak / remaja bisa leluasa memasuki situs-situs porno tanpa pengawasan orang tua / orang lain di sekitar mereka.
3.1.2.      Game Online Rusak Mental Anak
·  Pergaulan anak yang bebas bermain kemana-mana tanpa pengawasan orang tua / orang yang lebih dewasa.
·  Kurang tegasnya aturan yang jelas bagi pengguna media internet.
·  Informasi tentang game online mudah menyebar di kalangan anak-anak apalagi permainan yang sangat diminati oleh anak.
·  Orang tua kurang memberi batasan kepada anaknya dan juga kurang memberikan pengarahan terhadap apa yang anak lakukan dengan uang saku mereka.

3.2.       Penyelesaian Masalah
Sebagian besar masalah yang berkaitan dengan penyalahgunaan media internet dapat diselesaikan dengan peran-peran sebagai berikut :
3.2.1.      Anak-anak / Remaja
Anak-anak/ remaja sangatlah rentan terhadap sifat-sifat atau perbuatan yang buruk, karena di masa usia yang masil labil mereka bisa melakukan perbuatan yang buruk tanpa mereka sadari. Perbuatan buruk yang mereka lakukan terus-menerus akan mengakibatkan rusaknya moral mereka di masa depan. Hal itu bisa dicegah dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :
·  Memperkuat iman dan taqwa kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·  Memilih pergaulan yang baik di sekitar kita.
·  Bersifat terbuka terhadap orang tua agar segala masalah yang kita hadapi dapat mudah diselesaikan dengan bantuan orang lain.

3.2.2.      Orang Tua
Dampak yang diberikan internet bergantung bagaimana orang memanfaatkannya. Jika ia menggunakannya dengan baik maka dampak yang diberikan positif tapi jika dimanfaatkan untuk hal-hal yang berbau pornografi bisa berdampak negatif. Sayangnya, seorang anak yang belum baligh belum bisa menentukan mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk. Karena kebebasan yang diberikan internet, mungkin saja anak yang sedang mencari tugas sekolahnya di internet menemukan gambar/teks pornografi. Apalagi daya rekam anak tinggi, jadi ingatannya tentang pornografi akan melekat kuat dalam dirinya.
Kesibukan bekerja seringkali menyebabkan orang tua kurang melakukan pengawasan terhadap penggunaan internet pada anak. Inilah yang membuat anak leluasa ketika mengakses situs web yang tidak diinginkan. Sebaiknya orang tua mendampingi anaknya saat mengakses internet untuk menghindarkan anak dari penyalahgunaan internet.
Berbagai bahaya di internet dan masalah kecanduan internet bukan tidak dapat diatasi. Dengan mengetahui dampak negatif dari internet, sebagai orang tua, kita dapat melindungi buah hati kita dengan melakukan hal-hal berikut:
·  Orang tua perlu memiliki pengetahuan tentang internet, karena seorang anak dapat saja dengan sengaja membiarkan atau membuat orang tua tidak memahami teknologi sehingga orang tua berpikir tidak ada dampak negatif dari internet.
·  Letakkan komputer di tempat yang mudah dilihat karena kadang orang tua merasa bangga dengan meletakkan dalam kamar anak mereka sebuah komputer yang terhubung internet. Hal ini sebenarnya akan membahayakan anak karena mereka dapat leluasa mengakses situs-situs yang tidak baik tanpa diketahui orang tua. Sebaliknya, dengan meletakkan di tempat terbuka, misalnya di ruang keluarga, kita dapat memantau situs apa saja yang dibuka anak. Bantu anak untuk dapat membuat keputusan sendiri karena sebagai orang tua, kita tidak dapat mengawasi anak 24 jam. Biasakan anak untuk mengambil keputusan mulai dari hal-hal yang kecil. Misalnya, memutuskan untuk menggunakan pakaian yang mana atau tanyakan pendapat dan sudut pandang anak. Sehingga saat orang tua tidak ada atau saat muncul situs porno, mereka dapat mengambil tindakan yang tepat.
·  Tanamkan pula rasa takut akan Tuhan, sehingga walau orang tua tidak ada, tetapi dia tahu bahwa Tuhan memerhatikan dan melihat apa yang dilakukannya.
·  Orang tua juga harus membatasi penggunaan internet bagi anak. Tetapkan berapa lama internet boleh digunakan dan situs apa saja yang boleh diakses. Memasang software filter pornografi seperti K9 web protection untuk mencegah anak-anak mengakses situs porno.
·  Orang tua harus menjaga komunikasi yang baik dengan anak. Karena komunikasi yang baik dan terbuka serta keakraban dengan anak akan memudahkan orang tua untuk menanamkan nilai-nilai moral dan dapat menjelaskan kepada anak apa saja bahaya dari penggunaan internet.
3.2.3.      Peran Pemerintah
Mengingat tingkat eskalasi ancamannya yang sudah sangat permanen dan terus mengalami perkembangan yang pesat, Menteri Kominfo mengatakan, bahwa pola penyelesaiannya harus menggunakan cara yang sangat strategis pula, yaitu:
·  Berupa Perkuatan Kelembagaan
Kondisi ini menuntut adanya suatu lembaga yang secara terus menerus melakukan monitoring traffik internet yaitu minimal untuk mengetahui apakah penggunaannya secara etis bertentangan dengan ketentuan yang berlaku atau tidak. Lembaga ini tidak harus setingkat kementerian atau suatu badan pemerintahan tertentu, karena lembaga ini berada di bawah Departemen Kominfo yang dapat melakukan koordinasi lintas interdep atau berbagai kelembagaan yang ada, yang diharapkan mulai dapat berfungsi efektif di tahun depan.
·  Penguasaan Tehnologi
Efektif atau tidaknya upaya untuk meminimalisasi kehadiran penyalahgunaan internet sangat tergantung pada seberapa jauh kemampuan penguasaan tehnologinya, sehingga hal ini menuntut adanya kemampuan untuk meningkatkan kualitas penguasaan tehnologinya agar tidak left behind.
·  Keberadaan regulasi untuk menanggulanginya.
·  Adanya socio readiness di kalangan masyarakat yang memungkinkan masyarakat untuk memiliki ketahanan dan kesadaran yang komprehensif dalam membendung datangnya informasi yang tidak produktif tanpa harus diguide oleh pemerintah. Kondisi socio readiness ini mendorong masyarakat untuk memiliki kemudahan psikologis dalam membedakan antara yang baik dan sebaliknya.


BAB IV

PENUTUP
4.1.       Kesimpulan
1.        Muncul berbagai dampak negatif dari kehadiran internet. Dampak negatif penggunaan internet, yaitu kelemahan kontrol, perubahan tingkah laku sosial, ancaman penyebaran virus dan munculnya profesi kejahatan baru.
2.        Peran orang tua juga sangat dibutuhkan dalam penyalahgunaan internet. Sebaiknya orang tua mendampingi anaknya saat mengakses internet untuk menghindarkan anak dari penyalahgunaan internet.
3.        Pemerintah menggunakan cara yang strategis, yaitu berupa perkuatan kelembagaan, penguasaan teknologi, keberadaan regulasi untuk menanggulanginya dan adanya socio readiness di kalangan masyarakat.
4.2.       Saran
1.        Sebaiknya kita dalam menggunakan media internet harus dengan cara yang sebaik-baiknya sehingga dampak yang diberikan positif tapi jika di manfaatkan untuk hal-hal yang berbau pornografi bisa berdampak negatif dan merugikan diri kita sendiri.
2.        Sebagai orang tua kita harus selalu mendampingi anaknya ketika mengakses internet untuk menghindarkan anak dari penyalahgunaan internet yang mudah dilakukan oleh sang anak.
3.        Orang tua harus membatasi penggunaan internet bagi anaknya.
4.        Kita sebagai brain ware harus menggunakan fasilitas internet untuk hal-hal yang bermanfaat sehingga dengan kemajuan teknologi kita bisa memanfaatkannya dengan baik.




DAFTAR PUSTAKA


Tim kreatif. 2010. Zamrud Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas IX.         
Surakarta: Putra Nugraha
Pandia, Henry. 2006. Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas IX.
Bandung : Erlangga .
http://teknologi.kompasiana.com/internet/2011/11/15/internet-anak-muda-berbasis-pancasila/
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/495183/
http://zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/kode_etik_profesi.pdf

0 komentar:

 
Do you can do it?? © 2012