Nama :
Catur Apin Subekti
No. Abs :
08
Kelas :
X3
Soal !
1.
Apakah judul cerita itu?
2.
Siapakah tokoh utamanya?
3.
Siapakah tokoh-tokohnya?
4.
Bagaimanakah karakteristiknya?
5.
Setting (kapan dan dimana)?
6.
Bagaimanakah alurnya?
7.
Apakah pesan/anamat moralnya?
8.
Apakah temanya?
9.
Masalah apa yang dihadapi oleh tokoh dan bagaimanakah
cara penyelesaiannya?
10. Tulislah
ringkasan ceritanya!
Jawab :
1.
Denias, Senandung di Atas Awan
2.
Denias
3.
Denias, Noel, Pak Leo (Maleo), Enos, Bu Sam, Angel,
4.
Denias :
anak yang pandai, cekatan, berbakti kepada orang tua,
Noel :
anak yang suka curang dalam bermain, jahat, selalu iri kepada Denias,
Pak Leo :
orang yang baik hati, dermawan,
Enos :
suka mencuri barang,
Bu Sam :
manusia yang berbudi luhur,
Angel :
anak yang baik hati,
5.
- malam : di
hutan
- siang :
di sekolah
- siang :
di rumah Maleo
- sore :
di pinggir danau
- siang :
di pinggir sekolahan
- malam :
di bawah jembatan
- siang :
di rumah ibu Sam
- malam :
di sekolah
6.
Alurnya adalah maju.
7.
Amanat/pesan moralnya adalah kita dalam menuntut ilmu
itu tidak boleh malas belajar dan tidak mudah putus asa walaupun jarak yang
ditempuh menjadi permasalahannya.
8.
Temanya adalah Pendidikan.
9.
Masalahnya adalah ayahnya tidak memperbolehkan Denias
sekolah, ia ingin agar Denias membantunya di ladang. Cara menyelesaikannya
adalah Maleo dan muridnya membantu Denias agar pekerjaan di lading ayahnya
cepat selesai dan Denias bisa bersekolah lagi.
10. Ringkasan
cerita:
Film ini mengisahkan
sebuah perjalanan hidup seorang anak kecil dalam menggapai cita-cita dan
impiannya. Usia anak itu adalah usia anak Sekolah Dasar. Ia hidup dalam
lingkungan masyarakat suku Boneo. Tepatnya di daerah Papua, Irian Jaya.
Nama anak itu adalah Denias. Ia tergolong seorang anak dari
keluarga miskin. Meskipun demikian, ia memiliki cita-cita dan impian yang
tinggi, yaitu bersekolah. Di
daerahnya tidak ada lembaga sekolah secara resmi dan layak dijadikan sarana
belajar dan pembelajaran. Selama itu, ia dan anak-anak kampung yang lain
bersekolah di sebuah Honei.
Yaitu sebuah bangunan rumah yang saat itu dijadikan tempat belajar darurat yang
kondisinya sangat memprihatinkan.
Denias merupakan seorang anak yang pandai, cekatan, berbakti
kepada orang tua, serta berobsesi tinggi. Di sekolah dan di
lingkungan bermain, ia memiliki seorang teman yang selalu mencuranginya dan
berbuat tidak baik kepadanya. Dia adalah Noel. Suatu ketika, saat di sekolah,mereka sempat berkelahi.
Hal itu disebabkan oleh Noel yang bersikap curang dan culas saat bermain.
Sebagai anak orang yang
miskin, Denias berani melawan
siapapun demi kebenaran, tak perduli dengan siapa ia berhadapan. Hal itu ia
tunjukan kepada Noel yang notabenenya adalah anak seorang Kepala Suku yang
bermartabat tinggi dan diyakini memiliki kekuatan supranatural di kampungnya.
Pada mulannya Denias dan teman-temannya di Honei tersebut diajar oleh seorang
guru yang berasal dari Jawa. Ia terlihat cerdas dibanding dengan teman-temannya
yang lain. Ia rajin dalam bersekolah. Bersekolahnya Denias itu tidak cukup lama. Karena Istri guru tersebut sakit
keras di Jawa, ia akhirnya
pulang ke Jawa. Honei itupun sekarang sepi. Sesepi hati Denias. Tidak ada yang bersekolah lagi.
Denias bingung. Harus kemana lagi ia akan bersekolah. Ia kemudian
menemui seorang tentara RI yang bernama Pak Leo. Itu panggilan yang dilakukan
oleh Denias kepada tentara itu.
Sebenarnya namanya bukan Pak Leo. Yang benar adalah Maleo. Yaitu suatu nama
untuk satu korps pasukan khusus TNI yang di tugaskan di
kepulauan Irian Jaya. Pasukan itu terdiri dari cukup banyak orang. Namun yang di tugaskan di daerah Denias
hanya satu orang itu saja. Denis kemudian mencurahkan isi hatinya yang merasa
kalut sebab tidak dapat bersekolah lagi. Mendengar keluhan tersebut, Pak Leo
pun hatinya tersentuh. Ia kemudian memutuskan diri untuk mengajar Denias dan teman-temannya di Honei itu.
Denias memang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Hal
itu dilakukannya sehari-hari. Suatu ketika ibunya terjatuh sebab kondisi
kesehatannya yang kurang membaik. Melihat hal itu, Denias langsung sigap menghampirinya dan menolongnya. Ia berteriak
histeris. Kebaktiannya terlihat sangat mendalam saat ia berkenan merawat
ibunya. Dengan tulus dan ikhlas ia merawatnya.
Beberapa saat kemudian
ibunya pun tertidur. Saat itu Denias
tiba-tiba dipanggil oleh beberapa orang temannya. Yang namannya pasti pernah
melakukan kesalahan dan keteledoran. Apalagi seorang anak kecil seusia Denias. Denias dipanggil dan rencanannya diajak berburu ke hutan. Ia
dipaksa ikut oleh teman-temannya. Ia bingung. Ia berada dalam sebuah dilema antara
merawat ibunya dengan paksaan teman-temannya.
Melihat ibunya yang
sedang tidur pulas, rasa solidaritasnya muncul. Ia kemudian bersedia berburu ke
hutan bersama teman-temannya. Namun sungguh naas, ia lupa bahwa sebelum
berangkat berburu, ia menggantungkan bajunya di atas perapian
dekat ibunya yang sedang tidur pulas. Baju tersebut kemudian terjatuh ke
perapian. Api yang tadinya kecil kini menjadi besar oleh baju itu. Ibunya tidak
menyadari hal itu sebab sedang tidur. Kobaran api itu semakin membesar dan
membakar rumah begitu juga ibunya. Denias
melihat dari kejauhan ada rumah yang terbakar. Ia memastikan bahwa arah rumah
tersebut adalah rumahnya. Ia lalu berlari dari hutan untuk pulang. Sesampainya di rumah, ia dikejutkan oleh kondisi
fisik ibunya. Ibunya meninggal sebab terbakar api. Tubuhnya hangus. Derai air
mata tak sanggup tertahan. Ia mengalami sok berat selama beberapa hari. Ia
hanya bisa bermurung durja, meski ayahnya kerap menasehati dan memotivasinya.
Pak Leo pun juga menasehatinya dan memberi semangat hidup yang baru kepada Denias. Akhirnya ia pun dapat
menikmati hari-harinya dengan ceria lagi. Dan bersekolah lagi.
Denias kembali belajar bersama-sama dengan temannya. Ia
bersemangat. Tapi semangatnya itu tidak didukung oleh orang tuanya. Ia kerap
dilarang untuk bersekolah. Ia disuruh membantu bapaknya di rumah. Dalam kondisi semacam itu, semangatnya tidak kunjung
padam. Ia bersekolah dengan sembunyi-sembunyi dari bapaknya.
Tidak lama kemudian, Honei
itu roboh dan hancur oleh gempa bumi. Denias
dan teman-temannya tidak punya tempat sekolah lagi. Pak Leo lalu berinisiatif
untuk membangun tempat sekolah yang sangat sederhana. Yang penting dapat
dijadikan tempat belajar dan pembelajaran.
Pembangunan tempat itu
ternyata mendapat hujatan dari beberapa warga dan kepala suku. Tempat itu
dilarang berdiri di sana. Tidak
lama dari kejadian itu, Pak Leo pun dipindahtugaskan dari kampung Denias. Kini Denias kembali dirundung duka sebab
tidak dapat belajar dan bersekolah lagi.
Dalam kondisi semacam
itu, Denias terobsesi oleh
kata-kata Pak Leo bahwa di balik
gunung ada tempat sekolah. Tepatnya di
kota. Denias hatinya merasa
terpanggil. Ia kemudian memutuskan diri untuk meningalkan kampung halamannya
dan juga orang tuanya. Ia pergi dengan sembunyi-sembunyi. Ia melewati gunung
dan lembah untuk sampai ke kota. Ia berlari kencang untuk segera sampai di kota. Sungguh jauh tempat yang
ditempuh Denias, namun tidak
menyurutkan api semangatnya untuk bersekolah.
Sesampainya di kota, mendapat seorang teman yang
bernama Enos. Ia adalah gelandangan. Untuk sementara waktu, Denias tinggal bersama Enos di pingguran jalan. Ia kemudian pergi
kesekolah yang dimaksud. Di sana
ia bertemu dengan Bu Sam. Seorang wanita cantik dan berbudi luhur. Bu Sam menanyakan
tujuan Denias datang ke sekolah
itu. Setelah panjang lebar dijelaskan, Bu Sam pun tahu maksud dan tujuan Denias ke tempat itu. Yaitu tidak lain
untuk bersekolah.
Bu Sam dalam dilema.
Berdasarkan aturan sekolah yang ada, Denias
tidak dapat masuk di sekolah
tersebut. Hal itu disebabkan Denias
tidak punya cukup uang untuk biaya sekolah. Lebih dari itu, Denias tidak memiliki buku raport.
Bu Sam berusaha keras
untuk bisa memasukkan Denias ke
sekolah tersebut. Ia mensosialisasikannya kepada semua guru dan pengurus
sekolah. Dan untuk sementara waktu, Denias
tinggal di rumah Bu Sam. Namun
tidak lama. Ia kemudian tinggal di
asrama sekolah.
Bu Sam berjanji kepada Denias bahwa ia akan dapat masuk di sekolah itu. Selama berada di lingkungan sekolah, denias bertemu dengan seorang anak
gadis yang berama Angel. Ia baik hati. Ia berteman akrab dengan Denias. Hal itu menyebabkan hati Noel
sakit. Dan saat itulah Denias
tahu bahwa Noel juga sekolah di
tempat itu.
Denias mendapat syarat dari Bu Sam, bahwa jika ia ingin diterima
bersekolah di tempat itu, ia
tidak boleh nakal dan membuat ulah. Meski ia mendapat perlakuan kurang baik
dari teman-temannya, ia harus dapat menahan emosinya. Ia harus mengalah jika
ingin diterima.
Saat inilah perjuangan
keras Denias diuji. Di sekolah dan di asrama itu, ia masih tetap sama seperti di kampungnya. Ia masih mendapat perlakukan yang tidak baik dan
culas dari Noel. Kini ia harus sabar dan tidak menanggapi segala perlakuan
Noel. Ia bahkan sempat dihajar habis-habisan oleh Noel dan teman-temannya tanpa
ada alasan yang jelas. Demi bisa diterima sekolah di tempat itu, ia rela dipukuli dan tidak membalasnya. Bukanya dia
tidak berani dengan Noel dan teman-temannya. Demi impian dan cita-citanya, ia
harus bersabar.
Saat di asrama, Noel juga bersikap sama. Ia
bahkan lebih kejam. Ia membuat peraturan sendiri untuk tidak memperkenankan
teman-temannya memberi tempat tidur pada Denias. Tempat tidur yang semestinya diperuntukkan Denias ia ambil alih. Sedangkan tempat
tidurnya dibiarkan kosong. Denias
dalam setiap malamnya selalu tidur di
lantai tanpa alas suatu apapun. Dengan kondisi seperti itu, denias akhirnya jatuh sakit. Tapi
tidak lama kemudian dia sembuh.
Di sekolah itu Denias
masih belum diterima sebagai murid. Ia di
sana difungsikan sebagai pelayan kantin. Melayani seluruh siswa yang sedang
makan dan berjajan di sana.
Suatu ketika, saat jam istirahat dan makan, denias mengantarkan hidangan kepada siswa-siswa tersebut. Denias dalam menjalankan tugasnya
kembali mendapat perlakuan yang kurang baik dari Noel. Denias dijatuhkan oleh Noel, denias tidak menghiraukannya, tapi Noel malah mengajaknya
berkelahi. Denias maunya dipukul
oleh Noel, tapi kali ini ia sedikit membela diri. Piring yang masih ada di genggaman tangannya, ia jadikan
alat untuk menangkis pukulan Noel. Tangan Noel pun patah dan berdarah sebab
menghantam piring.
Denias merasa bersalah. Dalam hatinya, terbersit rasa salah yang
begitu besar. Ia beranggapan bahwa telah melanggar nasehat Bu Sam. Dan ia pasti
tidak akan diterima bersekolah di
tempat itu. ia kemudian berlari kencang keluar. Entah kemana ia pergi. Sungguh
jauh ia berlari.
Bu Sam mencarinya
kesana-kemari, namun tidak kunjung menemukannya. Denias pada saat itu berencana untuk kembali ke kampung
halamannya. Ia putus asa. Ia merasa bahwa impian dan cita-citanya untuk
bersekolah kini telah pupus oleh satu kesalahan yang dilakukannya, yaitu dengan
melukai Noel.
Denias adalah anak yang berbudi baik. Ia tidak lupa dengan orang
yang menolongnya. Dalam kepedihan hati dan keputusasaannya, ia masih
menyempatkan diri berpamitan kepada Bu Sam. Ia berpamit untuk pulang ke kampung
halamannya. Saat itulah, Denias
mendapat kabar gembira dari Bu Sam, bahwa ia diterima bersekolah di tempat itu. Hati Denias berbunga-bunga. Impian dan
cita-citanya kini tercapai juga. Ia pun mengurungkan niatnya untuk pulang ke
kampung halamannya. Ia bersekolah dan mulai mengukir masa depannya. Denias menari di atas awan.
0 komentar:
Post a Comment