BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Batik adalah suatu hasil karya
yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai wilayah Indonesia
banyak ditemui daerah-daerah perajin batik. Setiap daerah pembatikan mempunyai
keunikan dan kekhasan tersendiri, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya.
Dan salah satu daerah itu adalah Yogyakarta.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta
sendiri sentra produksi batik tulis bertebaran di berbagai wilayah yang
masing-masing hanya mengembangkan motif-motif tertentu, sehingga mudah untuk
dikenali dari wilayah mana asal batik tersebut.
Sehingga kami ingin mengetahui
secara jelas batik tulis Giriloyo (Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta).
B.
Batik Tulis
Giriloyo
Batik merupakan suatu hasil
karya yang tidak asing di masyarakat Indonesia. Di Indonesia banyak daerah
perajin batik. Salah satu daerah itu adalah Yogyakarta. Di kota Yogyakarta
industri batik terdapat di wilayah Tirtodipuran, Panembahan, dan Prawirotaman.
Di kabupaten Kulon Progo berada di desa : Hargomulyo,
Kulur, dan Sidorejo. Di kabupaten Gunungkidul berada di Nitikan, Marang, dan
Mengger. Di kabupaten Sleman di desa Nogotirto dan Mororejo. Di kabupaten
Bantul industri batik berada di desa Mujirejo, Murtigading, dan Wukirsari.
Wukirsari yang produk batiknya dikenal sebagai “Batik Tulis Giriloyo”
C.
Asal-usul
Konon, desa yang sekarang
sebagai Wukirsari adalah gabungan dari desa-desa kecil, yaitu Giriloyo, Pucung,
Singosaren, dan Kedungbuweng. Penduduknya, masing-masing mempunyai aktivitas
tersendiri, terutama Giriloyo, Pucung, dan Singosaren. Sehingga desa-desa
tersebut menjadi terkenal karena keahlian yang dimiliki oleh penduduknya. Dalam
hal ini Giriloyo terkenal dengan batiknya, pucung terkenal dengan kerajinan
kulit dan anyaman bambunya, dan Singosaren terkenal dengan gentengnya.
Asal-usul batik tulis Giriloyo
konon berawal bersamaan dengan berdirinya makam raja-raja di Imogiri yang
terletak di Bukit Merak. Waktu itu ketika Sultan Agung berniat membangun makam,
beliau menemukan bukit yang tanahnya berbau harum dan dirasa cocok untuk di
buat makam, namun ketika pemakaman sedang dibangun, pamannya menyatakan
keinginan untuk turut dimakamkan di tempat itu. Makam raja-raja di imogiri
perlu tenaga yang bertanggung jawab untuk memelihara dan menjaganya. Oleh sebab
itu keraton menugaskan abdi dalem yang bertugas memeliharanya.
Satu hal yang perlu diacungi
jempol adalah bahwa para perajin batik Giriloyo tetap mempertahankan batik
tulisnya. Mereka bukannya tidak mengenal batik cap sebgaimana sentra-sentra
laninnya di wilayah Bantul, seperti di desa Wijirejo, Murtigading, tetapi
mereka tidak tergoda, mereka tetap mempertahankan tradisi leluhurnya, yaitu
memproduksi batik tulis dan bukannya batik cap. Adapun jenis-jenis batik yang diproduksi
antara lain : jarit, sarung, dan kemben (selendang).
BAB II
PERALATAN DAN BAHAN
A.
PERALATAN
Peralatan yang digunakan untuk membuat batik tulis
diantaranya adalah :
Ø Wajan kecil → digunakan sebagai tempat untuk memanaskan
malam (lilin) supaya
cair.
Ø Anglo → untuk memanaskan malam dengan
bara api dari arang.
Ø Tepas (kipas) → untuk memperoleh angin agar bara api tetap
menyala.
Ø Gawangan → untuk menempatkan mori yang akan
dibatik.
Ø Bandhul → untuk menahan kain agar tidak
bergerak-gerak ketika dilukis.
Ø Uthik → untuk mengais arang.
Ø Canting → dengan berbagai macam ukuran
sebagai alat untuk mencurahkan
malam cair ke
dalam mori yang digambari.
Ø Kenceng → untuk mendidihkan air ketika nylorot
/ mbabar.
Ø Cawuk → untuk mengerok
Ø Alu → untuk memukuli kain mori yang
akan dibatik agar lemas dan
memudahkan pembatik dalam proses
pembuatannya.
B.
BAHAN
Bahan dasar untuk membuat batik
tulis adalah kain mori. Selain itu ada pula bahan-bahan yang digunakan sebagai
pewarnanya yang dapat berupa zat kimia maupun pewarna alami seperti : kulit
kayu tingi, soga, tegeran, dan sebagainya.
BAB III
PROSES PEMBUATAN BATIK TULIS GIRILOYO
A.
Tahap Pembuatan
Tahap-tahap pembuatan batik tulis di giriloyo adalah sebagai berikut :
Sebelum mori dibatik, biasanya
dilemaskan. Caranya adalah dengan digemplong, yaitu kain mori digulung kemudian
diletakkan ditempat yang datar dan dipukuli dengan alu yang terbuat dari kayu.
Setelah kain menjadi lemas, maka tahap berikutnya adalah mola, yaitu membuat
pola pada mori dengan menggunakan malam. Setelah pola terbentuk, tahap
selanjutnya adalah nglowong, yakni menggambar di sebalik mori sesuai dengan
pola. Kegiatan ini disebut nembusi. Setelah itu, nembok yang posisinya hampir
sama dengan nglowong tetapi menggunakan malam yang lebih kuat. Maksudnya adalah
untuk menahan rembesan zat warna biru atau coklat.
Tahap selanjutnya adalah medel
atau nyelup untuk memberi warna biru supaya hasilnya sesuai dengan yang
diinginkan. Proses medel dilakukan beberapa kali agar warna biru menjadi pekat.
Selanjutnya, ngerok yaitu adalah cawuk yang terbuat dari potongan kaleng yang
ditajamkan sisinya. Setelah dikerok, kemudian dilanjutkan dengan mbironi. Dalam
proses ini bagian-bagian yang ingin tetap berwarna biru dan putih ditutup malam
dengan menggunakan canting khusus agar ketika disoga tidak kemasukan warna
coklat. Setelah itu dilanjutkan dengan nyoga, yakni memberi warna coklat dengan
ramuan kulit kayu soga, tingi, tegeran, dan lain-lain. Untuk memperoleh warna
coklat yang matang / tua kain dicelup dalam bak berisi ramuan soga, kemudian
ditiriskan. Proses nyoga dilakukan berkali-kali dan kadang memakan waktu sampai
beberapa hari. Namun apabila menggunakan zat pewarna kimia, proses nyoga cukup
dilakukan sehari saja.
Proses selanjutnya yang
merupakan tahap akhir adalah mbabar / nglorot, yaitu membersihkan malam.
Caranya adalah kain mori tersebut di masukkan ke
dalam air mendidih yang diberi air kanji supaya malam tidak menempel lagi.
Setelah malam luntur kain mori yang telah dibatik tersebut kemudian dicuci dan
diangin-anginkan supaya kering. Dalam pembuatan satu potong batik biasanya
tidak hanya ditangani oleh satu orang saja, melainkan beberapa orang yang
tugasnya berbeda-beda.
Motif-motif tersebut dari
dahulu hingga sekarang diwariskan secara turun-temurun, sehingga polanya tidak
berubah, karena cara memola motif itu sendiri hanya dilakukan orang-orang
tertentu dan tidak setiap pembatik dapat membuat motif sendiri. Orang yang
membatik tinggal melaksanakan pola yang telah ditentukan. Jadi kerajinan batik
tulis merupakan suatu pekerjaan yang sifatnya kolektif. Para pembatik di
giriloyo khususnya Yogyakarta dan pada umumnya, seluruhnya dilakukan oleh kaum
perempuan baik tua maupun muda, keahlian membatik tersebut pada umumnya
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi lainnya.
B.
Motif Ragam Hias
Batik Tulis Giriloyo
Motif-motif ragam hias biasanya dipengaruhi dan erat
kaitannya dengan faktor-faktor sebagai berikut :
- Letak geografis
- Kepercayaan dan adat istiadat
- Keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna
- Adanya kontak atau hubungan antar daerah penghasil batik
- Sifat dan tata kehidupan daerah yang bersangkutan
Di Daerah Istimewa Yogyakarta
paling tidak memiliki lebih dari 400 motif batik, baik motif klasik maupun
modern. Beberapa nama ragam hias / motif batik Yogyakarta antara lain : parang,
banji, tumbuh-tumbuhan menjajar, tumbuh-tumbuhan air, bunga, satwa, sido asih,
keong renteng, sido mukti, sido luhur, semen mentul, sapit urang, harjuna
manah, semen kuncoro, sekar asem, lung kangkung, sekar keben, sekar polo,
grageh waluh, wahyu tumurun, naga gini, sekar manggis, truntum, tambal,
grompol, ratu ratih, semen roma, mdau broto, semen gedhang, jalu mampang, dan
sebagainya.
Masing-masing motif tersebut
mempunyai hilai filosofis dan makna sendiri. Adapun makna filosofisnya antara
lain :
- Sido asih mengandung makna si pemakai apabila hidup berumah tangga selalu penuh dengan kasih sayang.
- Sido mukti mengandung makna apabila dipakai pengantin, hidupnya akan selalu dalam kecukupan dan kebahagiaan.
- Sido mulyo mengandung makna si pemakai hidupnya akan selalu mulia.
- Sido luhur mengandung makna si pemakai akan menjadi orang berpangkat yang berbudi pekerti baik dan luhur.
- Truntum mengandung makna cinta yang bersemi.
- Grompol artinya kumpul / bersatu mengandung makna agar segala sesuatu yang baik bisa terkumpul seperti rejeki, kebahagiaan, keturunan, hidup kekeluargaan yang rukun.
- Tambal mengandung makna menambah segala sesuatu yang kurang. Apabila dengan motif tambal ini digunakan untuk menyelimuti orang yang sakit akan sembuh / sehat kembali. Sebab menurut anggapan pada orang sakit itu pasti ada sesuatu yang kurang.
- Ratu ratih dan semen roma melambangkan kesetiaan seorang istri.
- Mdau bronto melambangkan asmara yang manis bagaikan madu.
- Semen gedhang mengandung makna harapan agar pengantin yang mengenakan kain tersebut mendapat momongan.
C.
Nilai Budaya
Batik tulis yang diproduksi
oleh para perajin di Giriloyo jika dicermati, di dalamnya mengandung
nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan
sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain :
kesakralan, keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
0 komentar:
Post a Comment